Denpasar (ANTARA News) - Permukaan air bawah tanah di Pulau Dewata masih relatif stabil dibandingkan dengan daerah lain, meski tidak menutup kemungkinan terjadi krisis air di Bali, kata Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Bali Ir I Ketut Ariantana.

"Kalau saya amati berdasarkan dari sumur pantau yang tersebar di sejumlah kabupaten dan kota di Bali pada musim hujan dan musim kering masih relatif stabil," katanya di Denpasar, Sabtu.

Krisis air di Bali disebabkan banyak faktor penyebabnya, antara lain semakin berkurangnya wilayah hutan dan akibat perilaku masyarakat terhadap lingkungan.

"Kondisi air tanah bisa saja berkurang, akibat pergeseran tanah dan semakin berkurangnya lahan hutan di sekitarnya serta perilaku masyarakat terhadap lingkungan yang semakin tidak peduli. Hal ini perlu terus ditumbuhkan kesadaran terhadap kepedulian lingkungan itu sendiri," kata pegawai Dinas Pekerjaan Umum Bidang ESDM Provinsi Bali itu.

Menurut dia, air tanah terbentuk oleh air hujan dan air permukaan yang meresap ke dalam tanah atau bebatuan. Begitu juga air tersebut mengalir dari daerah imbuhan menuju daerah lepasan dalam satu cekungan air tanah di bawah permukaan tanah.

"Pengaliran air tanah ini prosesnya dari daerah imbuhan menuju daerah lepasan dapat berlangsung lama, puluhan hingga ribuan tahun," ucapnya.

Dikatakan, air tanah tersimpan dalam suatu formasi geologi (tanah atau batuan) yang mempunyai kemampuan untuk menyimpan air tanah.

"Oleh karena itu kualitas air tanah secara alami sangat dipengaruhi oleh litologi formasi geologi tempat terdapatnya air tanah, dan sebaran cekungan air tanah dapat melintasi administrasi," katanya.

Pewarta: I Komang Suparta
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2015