Saya juga menyampaikan protes dan keberatan, karena itu tindakan yang berlebihan,"
Jakarta (ANTARA News) - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPKP) Novel Baswedan menilai bahwa tindakan terhadap dirinya oleh penyidik Badan Reserse Kriminal Mabes Polri berlebihan.

"Saya juga menyampaikan protes dan keberatan, karena itu tindakan yang berlebihan," kata Novel dalam konferensi pers di gedung KPK Jakarta, Sabtu. Ia didampingi oleh pelaksana tugas (Plt) pimpinan KPK Johan Budi dan anggota biro hukum KPK Rasamala Aritonang.

Novel menjadi tersangka dalam kasus dugaan penganiayaan berat hingga menghilangkan nyawa di Bengkulu pada 2004. Ia dijemput paksa oleh penyidik Mabes Polri pada Jumat (1/5) sekitar pukul 00.30 WIB untuk dibawa ke kantor Bareskrim.

Novel selanjutnya dipindahkan ke Mako Brimob pada sekitar pukul 11.30 WIB dan kemudian diterbangkan ke Bengkulu pada sekitar pukul 16.00 WIB untuk dilakukan rekonstruksi, ia baru kembali ke Jakarta pada Sabtu (2/5) sekitar pukul 16.00 WIB.

"Kegiatan dari Bareskrim, sebetulnya bukan dari Bareskrim ya. Saya sempat diperiksa, tapi karena tidak ada penasihat hukum maka ditanyakan hal-hal formal saja. Pada saat itu saya menolak untuk pemeriksaan lebih lanjut karena tidak didampingi penasihat hukum," ungkap Novel.

Ia mengungkapkan, pemeriksaan selanjutnya dipindahkan ke Mako Brimob Kelapa Dua walau tidak ada urgensi untuk memindahkan tempat pemeriksaan.

"Maka dilakukan penahanan terhadap saya. Sore hari, penyidik tiba-tiba akan membawa saya ke Bengkulu. Sekilas saya dengar bahwa tujuannya untuk rekontruksi. Saya memahami bisa jadi penyidik punya keperluan itu," tambah Novel.

Novel pun meminta agar ia didampingi oleh penasihat hukum.

"Saya meminta agar ada penasihat hukum yang dihubungi, karena rekontruksi tentunya haruslah saya didampingi penasihat hukum, tapi tidak dihubungi. Malamnya baru dihubungi sehingga penasihat hukum baru datang malam harinya," jelas Novel.

Novel juga membenarkan bahwa penyidik Bareskrim mendatangi rumahnya pada Jumat (1/5), sekitar pukul 00.00 WIB untuk melakukan penangkapan.

"Memang benar sekitar pukul 00.00 WIB, datang penyidik dari Bareskrim ke rumah saya didampingi ketua RT, Pak Wisnu. Pada saat itu, sebagaimana orang bertamu, tentu memencet bel. Kemudian saya yang sedang istirahat karena larut malam membukakan pintu dan mempersilakan duduk," ungkap Novel.

Ia sempat mempertanyakan maksud dan tujuan penyidik datang ke rumahnya.

"Ketika saya disampaikan bahwa kepentingan penyidik untuk penangkapan, sebagai penyidik saya memahami, penyidik mempunyai kewenangan untuk itu, maka saya mengikuti proses itu. Untuk detailnya penasihat hukum yang akan menyampaikan," tambah Novel.

Hingga saat ini, menurut Johan, Novel tetap berstatus sebagai penyidik KPK.

Dalam perkara ini, Novel diduga keras melakukan tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan luka berat dan atau seseorang pejabat yang dalam suatu perkara pidana menggunakan sarana paksaan, baik untuk memeras pengakuan maupun untuk mendapat keterangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 351 ayat (2) KUHP dan atau pasal 422 KUHP Jo Pasal 52 KUHP yang terjadi di Pantai Panjang Ujung Kota Bengkulu tanggal 18 Februari 2004 atas nama pelapor Yogi Hariyanto.

Novel Baswedan dituduh pernah melakukan penembakan yang menyebabkan tewasnya seseorang pada 2004.

Pada Februari 2004, Polres Bengkulu menangkap enam pencuri sarang walet, setelah dibawa ke kantor polisi dan diinterogasi di pantai, keenamnya ditembak sehingga satu orang tewas.

Novel yang saat itu berpangkat Inspektur Satu (Iptu) dan menjabat Kasat Reskrim Polres Bengkulu dianggap melakukan langsung penembakan tersebut.

Pada 5 Oktober 2012 lalu, Direskrimum Polda Bengkulu Kombes Dedi Irianto bersama dengan sejumlah petugas dari Polda Benkulu dan Polda Metro Jaya juga pernah mendatangi KPK untuk menangkap Novel saat Novel menjadi penyidik korupsi pengadaan alat simulasi roda dua dan roda empat di Korps Lalu Lintas (Korlantas) tahun anggaran 2011.

Namun pimpinan KPK menolak tuduhan tersebut karena menganggap Novel tidak melakukan tindak pidana dan bahkan mengambil alih tanggung jawab anak buahnya serta telah menjalani sidang di majelis kehormatan etik dengan hukuman mendapat teguran keras.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015