Jakarta (ANTARA News) - "Terima kasih, yang pertama saya ingin menegaskan kepada teman-teman media dan tentu masyarakat luas, terkait dengan tuduhan yang disampaikan ke saya, pada dasarnya saya ingin diselesaikan dengan tuntas," kata penyidik senior KPK Novel Baswedan dalam konferensi pers di gedung KPK Jakarta, hari ini.

Suara Novel lugas dan jelas, meski tidak terlampau keras saat berbicara kepada publik setelah ditangkap oleh penyidik Badan Reserse Kriminal Polri Jumat dini hari lalu sekitar pukul 00.30 WIB.

Tak ada permintaan belas kasih dari kalimat dia. Sebaliknya sikap  siap menjalani proses hukum sebagai tersangka dalam kasus dugaan penaniayaan berat terhadap pencuri sarang burung walet di Bengkulu sebelas tahun silam, kendati dia tak bisa tak menganggap kasusnya itu sebagai upaya kriminalisasi terhadap dia.

"Saya memandang bahwa seperti saya sampaikan sebelumnya baik melalui saya langsung maupun melalui pimpinan KPK dan penasihat hukum saya bahwa ini adalah upaya-upaya kriminalisasi terhadap diri saya," ungkap Novel.

Ditangkap

Novel menceritakan kedatangan penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) pimpinan AKBP Agus Prasetoyono ke rumahnya di Jalan Deposito T No. 8 RT 03 Rw 10 Kelurahan Pegangsaan Dua, Kecamatan Kelapa Gading, Jakarta Utara.

"Memang benar sekitar pukul 00.00 WIB, datang penyidik dari Bareskrim ke rumah saya didampingi ketua RT, Pak Wisnu. Pada saat itu, sebagaimana orang bertamu, tentu memencet bel. Kemudian saya yang sedang istirahat karena larut malam membukakan pintu dan mempersilakan duduk," ungkap Novel.

Ia sempat menanyaakan maksud dan tujuan penyidik datang ke rumahnya.

"Ketika saya disampaikan bahwa kepentingan penyidik untuk penangkapan, sebagai penyidik saya memahami, penyidik mempunyai kewenangan untuk itu, maka saya mengikuti proses itu. Untuk detailnya penasihat hukum yang akan menyampaikan," tambah Novel.

Penyidik membawa sepucuk surat perintah bernomor SP.Kap/19/IV/2015/Dittipidum yang memerintahkan mereka  membawa Novel ke kantor polisi untuk segera diperiksa karena diduga keras melakukan tindak pidana pengainayaan yang mengakibatkan luka berat seseorang di Pantai Panjang Ujung, Kota Bengkulu, 18 Februari 2004, dengan pelapor Yogi Hariyanto.

Surat tertanggal 24 April 2015 itu ditandatangani Direktur Tindak Pidana Umum Brigadir Jenderal Herry Prastowo.

"Memang dilakukan penangkapan, secara prosedural undang-undang memang harus ditangkap karena sudah dipanggil dua kali, yang bersangkutan tidak memenuhi panggilan penyidik, lalu menghindar dengan alasan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan," tegas Kabareskrim Komjen Budi Waseso Jumat itu.

Sampai ke Mako Brimob

Selanjutnya Novel dibawa ke Bareskrim Polri dan dibuatkan Berita Acara Pemeriksaan.  Saat itu dia tidak didampingi oleh pengacara sehingga dia menolak memberikan keterangan.

Dalam BAP yang dibuat sekitar pukul 02.00 WIB itu Novel menyatakan "Belum mau memberikan keterangan bahwa sesuai dengan Surat Perintah Penangkapan atas diri saya yang menggunakan pertimbangan karena tidak hadir dalam 2 kali panggilan yang sah sebagaimana saya baca perlu saya sampaikan bahwa saya merasa belum pernah menerima panggilan secara patut sebagaimana dimaksud dalam pertimbangan Surat Perintah Penangkapan."

Selanjutnya "Adapun saat surat panggilan pertama disampaikan ke KPK RI saya sedang ada di Manado dalam rangka Dinas dan setelah saya kembali saya dapati atas surat panggilan tersebut pimpinan KPK telah menyampaikan surat perimntaan pengunduran waktu dan atas surat panggilan kedua yang disampaikan saya belum diizinkan memberikan ketrangan oleh pimpinan KPK RI karena saya sedang ada tugas", sebut Novel.

Artinya Novel dijemput paksa alias ditangkap penyidik Bareskrim karena dinilai dua kali mangkir dari panggilan Bareskrim. Padahal saat dipanggil, Novel sedang mendapat tugas dari pimpinan KPK.

"Memang benar Novel pernah dipanggil untuk diperiksa Bareskrim, bahkan yang bersangkutan mengatakan mau hadir tapi karena ada penugasan dari pimpinan KPK maka pemeriksaan ditunda dan ada penjalasan resmi dari pimpinan KPK ke pimpinan Polri," kata Plt Wakil Ketua KPK Johan Budi.

"Waktu itu Pak (Taufiequerachman) Ruki yang mengontak Pak Badrodin Haiti saat masih menjabat sebagai Wakapolri untuk menjelaskan bahwa Novel tidak menjalani panggilan karena ada tugas dari pimpinan KPK, dan itu diakomodir. Jadi kalau Novel saat ini dipanggil karena mangkir itu bukan mangkir, karena ada penjelasan itu," tegas Johan.

Pimpinan KPK tidak tinggal diam. Plt Wakil Ketua KPK yang juga mantan staf ahli Kapolri dan pengajar pada Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian Indriyanto Seno Adji langsung mendatangi Bareskrim Polri untuk menemui Novel.

"Saya akhirnya berkunjung ke Bareskrim di Direktorat I dan baru sekitar pukul 03.35 WIB saya bertemu dengan Novel Baswedan. Proses pemeriksaan pada saat itu sedang berlangsung dan sudah hampir menyelesaikan BAP (Berita Acara Pemeriksaan) yang bersangkutan, tapi memang mas Novel saat itu belum bersedia menandatangani karena belum didampingi penasihat hukum," kata Indriyanto.

Sepanjang di Bareskrim Polri, penasihat hukum Novel mengaku kesulitan menemui kliennya, padahal sudah berada di sana sejak 02.40 WIB.

"Petugas Piket menyatakan telah menyisir seluruh ruangan pemeriksaan tapi tidak melihat Novel. Pengacara meminta petugas piket untuk menghubungi petugas kepolisian yang namanya tercantum di Surat Perintah Penangkapan," kata anggota tim Advokasi Anti Kriminalisasi Muji Kartika Rahayu.

Saat ditemui Indriyanto, kondisi Novel baik dan sehat.

"Saya berbicara empat mata. Saya bertanya bagaimana proses pemeriksaan apakah ada tekanan psikis, beliau mengatakan proses pemeriksaan berjalan baik jadi saya tenangkan sampai solat subuh, imamnya mas Novel juga," tambah Indriyanto.

Indriyanto mengaku sudah menghubungi Badrodin Haiti, bahkan mendatangi rumah dinas Badrodin.

"Sekitar pukul 03.11 WIB, saya kontak dengan kapolri, saya kontak melalui SMS mengenai kejadian yang menimpa penyidik KPK ini, tapi belum ada jawaban sampai sekarang. Sekitar pukul 06.00 WIB saya juga dengan Pak Ketua KPK Pak Taufiquerachman Ruki berkunjung ke kediaman dinas Kapolri, tapi memang (Kapolri) sudah tidak ada di tempat karena ada keperluan dalam rangka peninjauan lapangan dalam hari buruh ini," jelas Indriyanto

Lima orang pemimpin KPK pun menyatakan menjaminkan diri agar Novel tidak ditahan Polri.

"Tadi diputuskan pimpinan KPK akan menjaminkan dirinya, kami berlima, apabila nanti Novel Baswedan dilakukan penahanan oleh pihak Bareskrim karena kami menanggap upaya penahanan itu tidak diperlukan," kata Johan Jumat lalu.

Sayang, meski sudah mendapatkan jaminan dari pimpinan KPK, Bareskrim Polri tetap memindahkan pemeriksaan Novel ke Markas Korps Brigadir Mobil Kelapa Dua sekitar 11.30 WIB.

Saat yang sama, keluar juga surat perintah penahanan bernomor SP.Han/10/V/2015/Dittipidum yang berisi perintah menempatkan Novel sebagai tersangka di rumah tahanan negara cabang Mako Brimob untuk 20 hari terhitung tanggal 1 Mei 2015 sampai dengan tanggal 20 Mei 2015 yang ditandatangai Dirtipidum Brigjen Herry Prastowo.

Novel pun diangkut ke Mako Brimob dengan mengenakan baju tahanan polisi warna oranye dengan tangan diikat tali ties.

Rumah Novel juga digeledah. Dari sini, polisi menyita sekitar 25 barang dari rumah Novel seperti telepon selular, komputer jinjing, fotokopi Kartu Keluarga, KTP, surat nikah, pelunanasan kredit KPR, modem hingga majalah Tempo yang dianggap tidak terkait dengan kasus yang ditimpakan kepada Novel.

"Barang yang disita kurang relevan dengan kasus seperti majalah Tempo dan telepon genggam dan bukan milik pak Novel tapi kerabat untuk usaha. HP itu ada yang milik anaknya, dan ada yang untuk usaha keluarga juga," kata juru bicara keluarga dan juga aktivis antikorupsi Usman Hamid.

Namun meski masih belum ditemani penasihat hukum, penyidik mengatakan akan membawa Novel ke Bengkulu untuk menjalani rekonstruksi.

"Sore hari, penyidik tiba-tiba akan membawa saya ke Bengkulu. Sekilas saya dengar bahwa tujuannya untuk rekontruksi. Saya memahami bisa jadi penyidik punya keperluan itu," tambah Novel.

Novel pun meminta didampingi penasihat hukum. "Karena rekontruksi tentunya haruslah saya didampingi penasihat hukum, tapi tidak dihubungi. Malamnya baru dihubungi sehingga penasihat hukum baru datang malam harinya," jelas Novel.

Novel pun dibawa ke Bengkulu tanpa didampingi pengacara, dengan menumpang pesawat khusus polisi dan tiba di Bandara Fatmawati Bengkulu Jumat malam pukul 19.40 WIB.

Di Bengkulu

"Kami baru dikonfirmasi bahwa Novel sudah dibawa (ke Bengkulu) sekitar pukul 20.00 WIB dan disampaikan mau ada rekonstruksi malam ini juga," kata anggota biro hukum KPK Rasamala Aritonang.

Namun rencana rekonstruksi itu batal karena hujan deras, termasuk di Pantai Panjang.

"Jadi tidak ada kegiatan apa-apa saat itu, Novel istirahat saja di ruang VIP Bandara (Fatmawati) karena memang setelah penangkapan Novel belum istirahat," ungkap Rasamala.

Rasamala dan pengacara Novel yaitu Muji Kartika Rahayu dan kakak Novel, Taufik Baswedan, baru berangkat ke Bengkulu Sabtu pagi kemarin dan tiba sekitar pukul 09.00 WIB.

"Saat tiba di Bengkulu, saya minta waktu untuk berkomunikasi dengan Novel, sempat ada negosiasi alot untuk mendapatkan ruangan tertutup bagi kami dan Novel," tambah Rasamala.

Rasamala menyatakan ia dan timnya serta Novel keberatan menjalani rekonstruksi karena tidak diinformasikan lebih dulu dan belum ada BAP terkait isi rekonstruksi.

"Jadi kalau misalnya orang direkonstruksi kan harus koordinasi di lapangan, perbedaannya seperi apa? Kita mau itu dulu direalisasikan supaya kita semua tahu jalan ceritanya," papar Rasamala.

Meski Rasamala sudah menyampaikan keberatan Novel untuk rekonstruksi, tapi sekitar pukul 10.30 WIB, ia mendapat informasi bahwa rekonstruksi tetap dilangsungkan.

Akhirnya, tanpa Novel, proses rekonstruksi tetap dilaksanakan. Ketua Tim Penyidik dari Mabes Polri Kombes Pol Rio Sukoco mengatakan proses rekonstruksi digelar dengan pemeran pengganti.

Tidak hanya Novel yang digantikan pemeran pengganti. Empat dari enam korban yang saat kejadian adalah tersangka pencuri sarang burung walet juga diperankan orang lain.

Proses rekonstruksi digelar di dua tempat kejadian perkara. Satu, di  Kantor Polres Bengkulu selama sekitar 30 menit. Satunya lagi di lokasi wisata Pantai Panjang sekira lima kilometer dari Kantor Polres Bengkulu.

Dalam reka ulang di pinggir pantai, pemeran pengganti Novel menembak empat dari enam tersangka pencurian sarang burung walet bernama Irwan Siregar, Dedi Mulyadi, Mulyadi Jawani alias Aan dan Rizal Sinurat. Para korban ditembak kakinya.

Dari empat tersangka yang diduga ditembak Novel itu, salah seorang korban bernama Mulyadi Jawani alias An meninggal dunia akibat pendarahan.

Selama menunggu proses rekonstruksi itu, Novel dan tim pengacaranya hanya menunggu di bandara.

"Sekitar pukul 13.00 WIB mereka (polisi) datang dan membuat berita acara rekonstruksi, tapi karena Novel menolak melakukan rekonstruksi maka dibuat berita acara penolakan rekonstruksi. Setelah itu selesai dan kami kembali ke Jakarta menggunakan pesawat kepolisian pada sekitar pukul 13.30 WIB," jelas Rasamala.

Penahanan ditangguhkan


Di Jakarta, tiga pimpinan KPK  --Taufiequerachman Ruki, Johan Budi dan Indriyanto Seno Adji-- mendatangi Mabes Polri untuk bertemu dengan Kapolri Jenderal Pol Barodin Haiti. Lalu disepakatilah  penahanan Novel ditangguhkan.

"Kami sepakati untuk (Novel) diserahkan ke pimpinan KPK. Sudah ada jaminan dari para pimpinan KPK karenanya (penahanan) ditangguhkan," kata Badrodin.

Menurut Badrodin, kasus Novel tahun depan kedaluwarsa sehingga bila tidak selesai akan menjadi persoalan hukum yang tidak terselesaikan.

"Tadi kami sepakati akan diproses sampai pengadilan. Silakan pengadilan yang putuskan bersalah atau tidak. Kelengkapan berkas akan kami koordinasikan dengan pimpinan KPK," tambah Badrodin.

Tapi, bila Novel kembali dipanggil Bareskrim, Polri harus berkoordinasi dengan pimpinan KPK lebih dulu.

"Misalnya kalau Novel dipanggil, koordinasi dulu dengan pimpinan KPK untuk melanjutkan pemeriksaan," kata Johan.

Setelah tiba di Bareskrim dan menyelesaikan persoalan administrasi, Novel berangkat ke gedung KPK dan tiba sekitar pukul 16.30 WIB atau kira-kira 36 jam setelah ditangkap.

Novel adalah salah seorang penyidik KPK yang menangani banyak kasus besar di KPK sejak bertugas di lembaga ini pada 2006.

Ia masuk tim satuan tugas penyidik KPK yang mengusut kasus korupsi Wisma Atlet yang melibatkan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin, suap kepada mantan Bupati Buol Amran Batalipu hingga korupsi simulator SIM yang melibatkan mantan Kepala Korlantas Polri Irjen Pol Djoko Susilo pada 2012.

Karena menyidik kasus inilah, kisah Novel saat masih menjabat Kasat Reskrim Polres Bengkulu mengemuka.

Bahkan pada 5 Oktober 2012, Direskrimum Polda Bengkulu Kombes Dedi Irianto bersama dengan sejumlah petugas Polda Benkulu dan Polda Metro Jaya pernah berupaya menangkap Novel di gedung KPK karena kasus sama.

Namun pimpinan KPK saat itu menolak tuduhan tersebut karena menganggap Novel tidak melakukan tindak pidana dan bahkan mengambilalih tanggung jawab anak buahnya serta telah menjalani sidang di majelis kehormatan etik dengan hukuman mendapat teguran keras.

Saat gonjang-ganjing itu mereda, kasus Novel kembali mencuat ketika KPK mengumumkan mantan Kepala Lembaga Pendidikan Polri Komisaris Jenderal Pol Budi Gunawan yang kini Wakapolri menjadi tersangka perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait transaksi-transaksi mencurigakan. Kasus ini sendiri batal oleh putusan hakim tunggal Sarpin Rizaldi pada 12 Januari 2015 yang menyatakan surat perintah penyidikan KPK tidak sah dan tidak berkekuatan hukum.

Tidak hanya Novel yang harus berurusan dengan Bareskrim karena kasus ini, Ketua KPK yang kini non aktif Abraham Samad dan wakilnya yang juga non aktif Bambang Widjojanto pun menjadi tersangka dalam dua kasus berbeda di Polri.

Oleh Desca Lidya Natalia
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2015