Jakarta (ANTARA News) - Tim Anti Kriminalisasi (Taktis) sebagai kuasa hukum Novel Baswedan mengajukan praperadilan atas penangkapan dan penahanan oleh Kepolisian Indonesia, pada 1 Mei 2015 karena penangkapan itu bukan bertujuan untuk penegakan hukum.

"Kami sudah selesai mendaftarkan perkara (praperadilan) Novel untuk penangkapan dan penahanan. Kami tinggal tunggu penetapan dari Ketua PN tentang jadwal sidang," ujar anggota kuasa hukum itu, Muji Rahayu, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin.

Menurut dia, ada beberapa pelanggaran administrasi dalam penanganan perkara kasus Baswedan, misalnya bahwa kliennya itu disangkakan dengan Pasal 351 Ayat 1 dan 3 KUHP, namun yang dijadikan dasar penangkapan surat perintah penyidikan lain yang memuat pasal berbeda, yaitu Pasal 351 Ayat 2 dan Pasal 442 jo Pasal 52 KUHP.

Selain itu, kejanggalan juga terlihat dalam Surat Perintah Kabareskrim No Sprin/1432/Um/IV/2015 tertanggal 20 April 2015, yang menjadi salah satu dasar dikeluarkannya surat perintah penangkapan dan penahanan.

Hal ini dinilai tidak lazim karena dasar menangkap dan menahan seseorang adalah surat perintah penyidikan, sedangkan Kepala Badan Reserse Kriminal Kepolisian Indonesia bukan bagian dari penyidik yang ditunjuk untuk melakukan penyidikan.

"Hal ini menunjukkan Kabareskrim telah melakukan intervensi terhadap independensi penyidik terkait kebijakan penyidikan yaitu penangkapan dan penahanan," tutur Rahayu.

Selain itu, anggota lain tim kuasa hukum itu, Ikhsan Zikry, juga mempertanyakan mengapa Baswedan baru ditangkap pada 1 Mei padahal surat perintah penangkapannya sudah dikeluarkan sejak 24 April 2015.

"Lalu penangkapan ini urgensinya apa? Apakah benar-benar untuk penegakan hukum atau ada motif lain?," tuturnya.

Pewarta: Yashinta Pramudyani
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015