Borobudur, Jateng 9ANTARA News) - Kelompok seniman "Jodhokemil" menyuguhkan musik eksploratif paduan antara nada-nada pentatonis dan diatonis dalam pementasan kesenian secara berkala yang diselenggarakan Forum Kilometer Nol di Pendopo Duniatera Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Sabtu (9/5) malam.

Sejumlah nomor musik yang mereka bawakan pada pergelaran yang antara lain dihadiri Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Magelang Edy Susanto, pemerhati seni budaya di Magelang Mbilung Sarawita dan pengajar seni Universitas Tidar Magelang Tri Setyo "Gepeng" Nugroho, dan Koordinator Komunitas Seniman Borobudur Indonesia (KSBI) Umar Chusaeni itu, antara lain berjudul "Cancut Taliwanda", "Patang Ndino Patang Wengi", "Lali", "Mugo-Mugo", "Seni Iku", "Ayo Renea".

Di sela-sela suguhan berbagai irama musik yang ringan dengan syair-syair berpesan tentang nilai kehidupan manusia sehari-hari, spiritualitas, pluralisme, dan kemasyarakatan oleh kelompok yang dipimpin Arif Sigit Prasetyo dengan markas bernama Sanggar Wening Mertoyudan Kabupaten Magelang itu, juga ditandai diskusi tentang apresiasi atas karya-karya musik mereka. Diskusi dipandu oleh seorang pegiat Forum Kilometer Nol Kabupaten Magelang Nanang Tri Utomo.

Kelompok yang berdiri pada 2014 tersebut, terdiri atas 10 personel yang meliputi pemusik dan tim dokumentasi. Sejumlah alat musik yang mereka mainkan hingga tengah malam di pendopo yang terletak sekitar 500 meter timur Candi Borobudur itu, antara lain gitar, gitar bas, terbang, truntung, seruling, saron, gambang, biola, kendang, jimbe, dan beduk.

Sebanyak 10 anggota "Jodhokemil" adalah Andritopo, Arif Sigit, Budiyono, David Setiawan, Dhona Shintaningrum, Piyu Kamprettu, Asrul Sani, Handoko Sudro, Rizky Junita, dan Begawan Prabu.

"Kami berbagi rasa melalui musik yang kami ciptakan bersama-sama ini. Kami tidak merumuskan apa genre musik kami, tetapi kami membangun musik eksploratif, prosesnya begitu saja menangkap hal-hal kecil-kecil yang kami jumpai dalam hidup sehari-hari. Ada proses pencarian, konsepnya tentang intonasi nada dalam pengucapan, mengekspresi dan mengucapkan hingga mencapai getaran yang kami rasakan dalam tubuh. Soal toning ada unsur peredaran darah," katanya.

Berbagai hal menyangkut musik eksporatif yang dibangun dalam setiap karya, katanya, bagian dari apa saja yang tertera dalam keseharian hidup, termasuk melalui berbagai pengucapan suatu kata.

Ia mengemukakan musik eksploratif membawa kesadaran setiap orang bahwa intonasi dalam pengucapan kata menunjukkan asal daerah atau lingkungan tempat tinggal suatu masyarakat.

Ia juga mengemukakan tentang musik eksploratif berpangkal pada pembebasan nada-nada pengucapan manusia yang kemudian disamakan dalam suatu ritmis.

"Biarkan nada menemukan selarasnya, disatukan dalam ritmis sehingga terdengar kompak, menciptakan suatu harmoni," katanya.

Ia mengaku eksplorasi tentang musik sudah ada sejak zaman dahulu, sebagai upaya kreatif dan inspiratif untuk menemukan suatu harmoni.

Rangkaian pementasan yang diselenggarakan Forum Kilometer Nol Kabupaten Magelang itu, juga ditandai dengan pentas pantomim berjudul "Tertinggal Piknik" oleh Kharismawan Hakim, siswa kelas IV SD Terpadu Maarif Gunungpring, Kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang.

Selain itu, kelompok musik Nuansa Pelangi Yogyakarta pimpinan Gregorius Argo dengan personel Mario Tama, Boyon, Savin, dan Endho menyuguhkan irama instrumental dengan sejumlah nomor musik, antara lain berjudul "Kontrapung", "Rindu", dan "Kesenanganku".

Pewarta: M. Hari Atmoko
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015