Bagaimana bila sekumpulan ilmuwan berhasil membuat sebuah serum yang bisa membangkitkan makhluk yang tidak bernyawa menjadi hidup kembali? Apa dampak yang bakal terjadi dari kesuksesan yang belum pernah berhasil dilakukan pada masa modern ini?

Dengan dibungkus aroma genre horor, film "Lazarus Effect" berupaya menampilkan perwujudan jawaban dari beragam pertanyaan di atas tersebut.

Alkisah sekelompok ilmuwan yang dipimpin oleh pasangan Frank (Mark Duplass) dan Zoe (Olivia Wilde) telah bertahun-tahun melakukan eksperimen terkait dengan kondisi koma.

Mereka dan timnya bertujuan menciptakan serum yang dapat membuat pasien yang sekarat untuk dapat diaktifkan kembali.

Melalui serangkaian percobaan selama empat tahun, akhirnya mereka berhasil menciptakan serum yang diberi nama sebagai Lazarus (nama tersebut diambil dari sosok yang berhasil dihidupkan kembali sebagaimana dituturkan dalam Alkitab).

Tim ilmuwan tersebut kemudian juga menyewa seorang juru kamera, Eva (Sarah Bolger), untuk memfilmkan kesuksesan dari eksperimen yang dilakukan terkait proyek Lazarus tersebut.

Selain Eva, pasangan Frank dan Zoe juga dibantu oleh dua orang pemuda, yaitu Niko (David Glover) yang memiliki keahlian tinggi sebagai teknisi dan Clay (Evan Peters), pemuda genius tetapi kerap bersikap "slengean".

Kesuksesan pertama diperoleh tim tersebut ketika berhasil menghidupkan kembali seorang anjing percobaan yang sebelumnya terpaksa dimatikan oleh pemiliknya terdahulu karena kedua bola mata sang anjing terkena penyakit katarak.

Tidak hanya berhasil menghidupkan anjing itu, tetapi ternyata serum Lazarus juga berhasil membuat kedua bola matanya sembuh dari katarak.

Namun, setelah kesuksesan dalam percobaan tersebut, tim ilmuwan itu juga menemukan sejumlah keanehan, seperti sikap sang anjing yang beberapa kali agresif tanpa ada penjelasan.

Selain itu, saat dibawa pulang ke rumah Frank, sang anjing juga ditemukan berada selama berjam-jam di atas Zoe yang sedang tidur dan mengalami mimpi buruk terkait dengan masa kecilnya.

Kesenangan atas kesuksesan eksperimen itu ternyata tidak berlangsung lama. Hal itu karena perusahaan yang mensponsori eksperimen itu mengambil alih seluruh hasil tes uji coba laboratorium.

Film "Lazarus Effect" yang berdurasi 83 menit itu memiliki nuansanya tersendiri dalam mengejutkan para penonton. Akan tetapi, sayangnya masing-masing karakter, kecuali Zoe, masih belum ditampilkan secara mendalam latar belakangnya.

Suasana "setting" film yang relatif banyak dilakukan di dalam laboratorium juga membuat suasana terlihat stagnan.

Namun, film tersebut, terutama dengan akhiran yang relatif tidak tuntas, juga membuka kemungkinan untuk adanya sekuel dari "Lazarus Effect".



Pewarta: Muhammad Razi R
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015