Kupang (ANTARA News) - Sekretaris Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Nusa Tenggara Timur Resna Devi Agustin Malessy menyambut rencana penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Pengendalian Harga Kebutuhan Pokok dan Barang Penting.

"Dalam Perpres tersebut, pemerintah memiliki wewenang guna mengendalikan harga khusus pada waktu-waktu tertentu," katanya kepada Antara, di Kupang, Minggu, terkait rencana rapat perampungan Perpres yang dipimpin Menteri Perdagangan Rachmat Gobel.

"Minggu ini saya dengar akan ada rapat untuk membahas terkait Perpres tersebut," kata Menteri Perdagangan Rachmat Gobel, seusai menghadiri acara Peringatan Hari Konsumen Nasional 2015 di kawasan Sarinah, Jakarta, Minggu.

Menurutnya, harga khusus tersebut akan digunakan untuk menghitung berdasarkan struktur biaya yang merupakan harga ideal. Apalagi Perpres tersebut merupakan amanah dari Undang-Undang Nomor 7 tahun 2014 tentang Perdagangan, guna dapat mengendalikan persediaan bahan-bahan pokok pada waktu-waktu tertentu.

Menurut Devi, demikian Resna Devi Agustin Malessy biasa disapa, di tengah ketidakstabilan perekonomian dunia termasuk di daerah-daerah perlu pemimpin yang memiliki kepedulian untuk melindungi kaum kecil ketika terjadi kenaikan harga kebutuhan pokok yang tidak berimbang dan adil dengan tingkat pendapatan mereka.

"Tidak hanya dengan memberi subsidi, tetapi perlu tindakan dan kebijakan nyata yang langsung menyentuh mereka.

"Dalam konteks kenaikan harga beras, misalnya tidak cukup hanya dengan operasi pasar oleh Bulog setempat yang merupakan tugas dan kewajibannya untuk melakukan hal itu secara rutin dan sesewaktu ada gejolak pasar. Tetapi lebih dari itu mencari tahu sebab musababnya seperti kelangkaan itu berawal dari mahalnya harga pupuk ketika subdisi pupuk dicabut, sehingga para petani tidak sanggup membeli pupuk dalam jumlah besar untuk menyuburkan tanaman padi di sawah," katanya.

Demikian pula soal elpiji 12 kilogram harganya terus meroket dari Rp160 ribu menjadi Rp180 ribu dan naik lagi menjadi Rp195 ribu hingga Rp215.000 dalam tenggat waktu tiga bulan untuk ukuran Kota Kupang perlu intervensi dengan menghadirkan alternatif agar usaha atau aktivitas keluarga terus bergerak.

Namun apa yang diinginkan ini sulit untuk diwujudkan dengan berbagai alasan harga pasar dan keterbatasan lainnya, sehingga membuat yang miskin tetap miskin dan kaya terus kaya.

"Memang harus jujur diakui, saat ini harga beras di Pasar tradisional Oeba dan pasar lainnya di Kupang mengalami penurunan harga dan dipastikan akan turun lagi jika di beberapa daerah penghasil beras di NTT memasuki musim panen.

"Harga beras paling murah saat ini Rp8.700 dari sebelumnya Rp9.000 per kilogram. Dan termahal Rp11 ribu dari sebelumnya Rp 13 ribu per kilogram untuk beras premium," katanya.

Ia memperkirakan harga beras akan terus mengalami penurunan harga jika sudah ada petani yang panen. Beras lokal NTT, belum masuk pasar sehingga harganya belum terlalu murah. "Ini beras dari Sulawesi. Kalau di Kupang petani sudah panen pasti harganya akan turun lagi," ungkapnya.

Ia menambahkan, untuk Sembako lainnya masih belum mengalami perubahan harga alias stabil. Seperti minyak goreng Rp15 ribu per liter, gula pasir Rp12 ribu per kilogram, kacang tanah Rp18 ribu per kilogram, kacang tanah Rp20 ribu per kilogram. "Sampai saat ini belum ada yang mengalami perubahan harga," ujarnya.

Kecuali katanya hari raya Lebaran 1436 Hijriah akan tiba sekira dua bulan lagi. Seperti tahun-tahun sebelumnya sejumlah harga barang akan meningkat.

"Meningkatnya tekanan kenaikan harga diperkirakan terjadi pada semua kelompok komoditas, dengan kenaikan tertinggi pada kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan," demikian seperti dikutip dari hasil Survei Bank Indonesia (BI) mengenai Survei Konsumen, seperti dikutip Kamis (6/5/2015).

Tingginya permintaan menjelang Hari Raya Idul Fitri ditengarai mendorong terjadinya kenaikan harga pada Juli 2015.

Pewarta: Hironimus Bifel
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015