Oslo (ANTARA News) - Kesepakatan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk memerangi pemanasan global yang ditetapkan Desember mendatang akan berusaha mengangkat pertumbuhan ekonomi dunia dan lebih banyak berupa anjuran ketimbang ancaman hukuman bagi yang tidak mematuhi, kata pemimpin badan iklim PBB pada Rabu (13/5).

Sekretaris Eksekutif Kerangka Kerja Konvensi Perubahan Iklim PBB (United Nations Framework Convention on Climate Change/UNFCCC) Christiana Figueres mengatakan kesepakatan yang akan disetujui oleh hampir 200 negara pada pertemuan di Paris itu akan menjadi bagian upaya jangka panjang untuk membatasi perubahan iklim dan "bukan peluru perak ajaib semalam".

Formula yang lebih longgar itu merupakan perubahan tajam dari Protokol Kyoto PBB tahun 1997, yang aslinya mengikat sekitar 40 negara kaya untuk memangkas emisi gas rumah kaca dan meramalkan sanksi-sanksi yang tak pernah diterapkan.

Figueres menepis kekhawatiran banyak negara berkembang, yang tidak punya target mengikat di bawah Protokol Kyoto, dan ketakutan bahwa kesepakatan Paris yang akan diberlakukan mulai 2020 bisa memaksa mereka memangkas penggunaan bahan bakar fosil, yang akan merongrong pertumbuhan ekonomi.

"Intinya ini adalah sebuah kesepakatan dan satu jalur protektif pertumbuhan dan pembangunan alih-alih ancaman bagi pertumbuhan dan pembangunan," kata Figueres dalam konferensi pers daring.

Kesepakatan itu akan "memampukan dan memfasilitasi" alih-alih kesepakatan "tipe hukuman", katanya seperti dilansir kantor berita Reuters.

Yang akan menjadi desakan utama kesepakatan adalah memisahkan emisi gas rumah kaca dari produk domestik bruto pertumbuhan.

Laporan PBB tahun lalu mengindikasikan bahwa upaya sulit untuk memerangi perubahan iklim, bergeser ke sumber-sumber energi terbarukan seperti angin dan surya, bisa memangkas pertumbuhan ekonomi sampai 0,06 persen/tahun.

Tapi itu akan membawa keuntungan besar dalam jangka panjang bagi semua hal, mulai dari kesehatan manusia sampai pertumbuhan tanaman dengan menekan kerusakan akibat gelombang panas, banjir, penggurunan dan kenaikan permukaan air laut.

Secara keseluruhan, ia menjelaskan, "kemajuan bagus" sedang dibuat menuju perjanjian Paris.

Pada Selasa, menteri-menteri energi dari negara-negara industri yang tergabung dalam Kelompok Tujuh (Group of Seven/G7) menyatakan bahwa ada konsensus yang belum pernah terjadi sebelumnya di antara mereka mengenai pentingnya mengatasi pemanasan global.

Para pejabat senior akan bertemu di Bonn, Jerman, selama 1-11 Juni untuk mempersiapkan pertemuan Paris.

Figueres mengatakan dia berharap Tiongkok, Australia dan Kanada ada di antara negara-negara yang menyampaikan rencana pemangkasan emisi gas rumah kaca setelah 2020 dalam beberapa pekan mendatang untuk mempersiapkan penyusunan kesepakatan Paris.

Sampai sekarang sudah ada 37 negara termasuk Amerima Serikat, Uni Eropa, dan Rusia yang menyerahkan rencana pemangkasan emisi mereka ke PBB.

Penerjemah: Maryati
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015