Bengkulu (ANTARA News) - Gubernur Bengkulu Junaidi Hamsyah membantah pemberitaan yang menyebut dirinya ditetapkan sebagai tersangka korupsi honor tim pembina di RSUD M Yunus.

"Informasi itu tidak benar, kami sudah klarifikasi ke Mabes Polri dan menyebut bahwa wartawan salah kutip," kata Gubernur Junaidi saat menggelar jumpa pers di Bandara Fatmawati Bengkulu, Kamis.

Gubernur didampingi kuasa hukumnya, Muspani,menyampaikan klarifikasi atas pemberitaan sejumlah media massa nasional.

Selama ini, kata Junaidi, statusnya hanya sebagai saksi untuk enam orang tersangka dan tiga orang sudah divonis bersalah dalam kasus korupsi RSUD M Yunus Bengkulu.

"Saya tidak mau memperpanjang masalah ini, yang jelas sudah ada klarifikasi dari Mabes Polri bahwa mereka tidak pernah menetapkan saya sebagai tersangka," kata dia.

Muspani, kuasa hukum Junaidi, mengatakan bahwa Mabes Polri melalui Karo Penmas sudah mengklarifikasi kepada media massa tentang status Gubernur Bengkulu dalam kasus itu.

"Karo Penmas sudah konfirmasi ke penyidik. Yang ada itu peningkatan status kasus dari penyelidikan ke penyidikan, bukan peningkatan status orang," kata dia.

Pada Selasa (12/5/15) sejumlah media massa online memberitakan bahwa Gubernur Bengkulu Junaidi Hamsyah ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi honor tim pembina RSUD M Yunus.

Dalam pemberitaan itu, Kepala Subdirektorat V Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri Komisaris Besar Muhammad Ikram yang menyebutkan bahwa Gubernur Bengkulu Junaidi Hamsyah sudah ditetapkan tersangka.

Kasus dugaan korupsi itu bermula dari penerbitan SK Gubernur Nomor Z.17 tahun 2011 tentang Tim Pembina Manajemen Rumah Sakit Umum Daerah M Yunus.

Keberadaan SK itu bertentangan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 61 tahun 2007 mengenai Dewan Pengawas. Berdasarkan Permendagri tersebut bahwa status RSUD yang sudah menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) tidak lagi memiliki tim pembina.

Akibat penerbitan SK Gubernur tersebut, negara diperkirakan rugi hingga Rp5,4 miliar. Dalam kasus ini tiga dari enam orang sudah divonis bersalah.

Pewarta: Helti Marini Sipayung
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2015