Jakarta (ANTARA News) - Pengamat politik Ray Rangkuti menilai penetapan tersangka kepada Wakil Ketua non aktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto sebaiknya digugurkan setelah Komisi Pengawas Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) memutuskan Bambang tidak melanggar kode etik.

Komisi Peradi menghentikan proses penyidikan dugaan pelanggaran kode etik advokat terhadap Bambang karena tidak menemukan indikasi telah meminta saksi memberikan kesaksian palsu.

"Sudah semestinya mengoreksi penetapan status tersangka yang disematkan oleh Bareskrim Polri. Kejahatan yang disangkakan sama sekali tidak terbukti. Pokok soal yang diperkarakan baik di majelis etik Peradi maupun di Bareskrim adalah sama," kata Ray kepada ANTARA News lewat pesan pendek, Sabtu.

Menurut Ray, Peradi adalah salah satu lembaga perkumpulan resmi para pengacara Indonesia yang pengakuannya tidak dapat diabaikan.

"Dengan penetapan Peradi yang menyatakan bahwa hal itu tak terbukti, sudah semestinya menggugurkan penetapan BW sebagai tersangka oleh Polri," tambah Ray.

Ia juga menilai polisi sebaiknya mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) atas kasus tersebut.

"Jika polisi tetap melanjutkan kasusnya, hal itu merupakan sikap tidak hormat pada lembaga-lembaga sipil dan profesi independen yang diakui negara dan memiliki keabsahan untuk menilai tindakan anggotanya sendiri terkait dengan kewenangan profesinya," ujar Ray.

"Dan agar Presiden segera memulihkan hak-hak saudara BW sebagai komisioner KPK yang akibat ditetapkan sebagai tersangka dicabut oleh negara. Hal itu antara lain melanjutkan tugasnya sebagai komisioner KPK aktif sampai masa baktinya berakhir," lanjutnya.

Terkait penetapan BW sebagai tersangka, Ray menganggap sebaiknya menjadi pembelajaran agar segera mereformasi Polri.

"Apabila 'Polri yang sakit' dapat berakibat ancaman pada penegakan hukum dan demokrasi sebab penegakan hukum dapat dipakai secara sewenang-wenang yang tujuan utamanya bukan pada penegakan tertib sipil dan keadilan tetapi pada maksud-maksud terselubung," kata dia.

Ray melanjutkan, "Misalnya dapat dipakai untuk kepentingan meredam sikap kritis, mengintimidasi, kriminalisasi dan bahkan sarana untuk balas dendam. Reformasi polisi ini adalah bagian penting dari reformasi mental."


Pewarta: Monalisa
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2015