Jakarta (ANTARA News) - Allan Karlsson murka saat kucing peliharaannya, Molotov, mati dibunuh rubah di teras rumahnya. Kakek renta sebatang kara itu balas dendam dengan cara terbaik yang diketahuinya: meledakkan si rubah.

Insiden itu membuat pria Swedia itu harus tinggal di panti jompo. Panti tersebut sedang sibuk menyiapkan perayaan ulang tahun untuk Allan yang akan menginjak usia ke-100. Namun, Allan sama sekali tidak berminat merayakan usianya sendiri. Ketika membuka jendela kamar yang menghubungkannya dengan dunia luar, Allan secara impulsif memanjat jendela dan pergi meninggalkan panti jompo.

Tanpa rencana matang, Allan tiba di terminal bus. Dia tidak punya tujuan, sehingga dia memilih secara acak bus yang akan berangkat paling cepat. Pada saat yang bersamaan, datang seorang pemuda berpenampilan preman bernama Bolt membawa koper ke terminal. Dia ingin buang hajat, namun kopernya terlalu besar untuk dimasukkan juga ke toilet. Bolt yang mengenakan rompi geng Never Again itu tidak punya pilihan lain selain menitipkan koper kepada Allan.

Bus yang ditunggu Allan pun tiba dan si kakek, tanpa pikir panjang, segera naik ke bis sambil membawa koper yang dititipkan kepadanya. Allan turun di Byringe karena uangnya hanya cukup untuk membeli tiket yang tujuannya ke sana. Hanya ada satu rumah di Byringe yang ditempati oleh pria separuh baya bernama Julius.

Melihat orang tua membawa koper, yang diakuinya sebagai hasil curian, Julius mengundang Allan ke dalam rumahnya.

Di terminal bus, Bolt mengamuk dan menculik penjual tiket untuk mengantarkannya ke tempat Allan pergi.

Bolt tiba di rumah Julius dan nyaris membunuh si tuan rumah sebelum kepalanya dihantam oleh Allan hingga pingsan. Agar tamu tak diundang itu tidak mengganggu ketentraman, Julius pun mengunci Bolt di dalam ruangan pendingin di rumahnya. Sementara itu, Gunner, bos dari geng Never Again, kebat-kebit menunggu kemunculan Bolt yang ditugasi membawa koper berisi uang 50 juta krona. Uang itu harus segera diberikannya kepada Pim, pria Inggris yang berada di Bali.

Petualangan kejar-kejaran antara polisi, geng Never Again, dan Allan dan kawan-kawan pun dimulai. Namun, ternyata ini bukanlah petualangan pertama bagi Allan. Para penonton diajak menyaksikan kehidupan Allan secara kilas balik yang diselipkan di sela-sela peristiwa yang sedang terjadi.

Allan hidup sebatang kara sejak kecil. Allan memegang prinsip hidup berdasarkan kata terakhir ibunya yang meninggal saat dia masih belia, "Jangan terlalu banyak berpikir, jalani saja hidupmu." Allan memang tidak pernah ambil pusing selama menjalani kehidupannya. Yang penting dia bisa melakukan hal-hal yang disenanginya, seperti merakit bahan peledak dan minum-minuman beralkohol.

Dua hal itu membuat hidupnya sangat berwarna-warni. Allan tidak menyadari bahwa dia telah turut andil mempengaruhi berbagai peristiwa penting di dunia.

Allan pernah masuk ke rumah sakit jiwa karena tidak sengaja meledakkan pedagang grosiran Gustavsson. Tentunya Allan tidak berniat membuat orang hancur berkeping-keping, hanya saja Gustavsson memilih tempat buang air kecil persis di dekat dinamit yang dipasang Allan untuk eksperimen.

Kemampuan Allan merakit bahan peledak berguna saat dirinya ditugasi mengebom jembatan-jembatan saat Perang Saudara Spanyol berlangsung di mana dia secara tidak sengaja menyelamatkan nyawa Jenderal Francisco Franco. Ide Allan memberi pencerahan dalam pembuatan bom atom di Proyek Manhattan.

Allan pun bertemu dan menjalin keakraban dengan para pemimpin terkemuka seperti Presiden Amerika Serikat Harry Truman dan Pemimpin Uni Soviet Joseph Stalin. Allan pun pernah kabur dari penjara bersama Herbert Einstein, adik tiri Albert Einstein yang penampilannya serupa dengan sang kakak namun kemampuan otaknya berbanding terbalik.

Buku The 100-Year-Old Man Who Climbed Out a Window and Disappeared diadaptasi dari novel berjudul asli Hundraåringen som klev ut genom fönstret och försvann karya debut Jonas Jonasson. Novel yang diterbitkan pada 2009 itu menjadi buku terlaris di Swedia pada 2010. Buku yang telah terjual sebanyak tiga juta kopi di seluruh dunia pada Juli 2012 itu telah diterjemahkan dalam berbagai bahasa, termasuk bahasa Indonesia.

Tidak semua petualangan menakjubkan Allan Karlsson dalam novel dituangkan ke film adaptasinya. Ada sedikit perubahan plot mau pun tokoh yang terlibat dalam film untuk meringkas cerita dalam novel. Bisa jadi butuh lebih dari 112 menit untuk mengisahkan perjalanan Allan menyelamatkan nyawa istri Mao Zedong, naik unta melintasi Himalaya, bertemu ayah-anak Kim Il Sung dan Kim Jong Il atau bersahabat karib dengan perempuan Bali yang menjadi istri dari Herbert Einstein.

Setidaknya, cerita berlatarbelakang Indonesia tidak benar-benar dihapuskan dalam versi film. Film komedi besutan sutradara Felix Herngren itu dibintangi oleh komedian terkemuka Swedia Robert Gustafsson sebagai Allan Karlsson. Gustaffsson yang berusia 51 tahun menghidupkan karakter nyentrik Karlsson sejak muda hingga berusia 100 tahun berkat bantuan make up khusus.

Film berdurasi 112 menit itu dibuat dengan dana sebesar 9,1 juta dolar AS dan meraup pendapatan lebih dari 50 juta dolar AS, membuatnya menempati posisi ketiga dari daftar film terlaris Swedia sepanjang masa. Sejak dirilis pada 2013, The 100-Year-Old Man Who Climbed Out a Window and Disappeared telah diputar di lebih dari 40 negara seperti Denmark, Norwegia, Finlandia, Inggris, Jerman, Prancis, Swiss, Belanda, Belgia, Hungaria, Italia, Taiwan, Afrika Selatan, Australia, Kanada, Korea Selatan, Jepang dan yang terakhir adalah Mei 2015 di Amerika Serikat. Di Indonesia, film ini diputar secara terbatas dalam ajang Europe on Screen 2015.

Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2015