Jakarta (ANTARA News) - Tahukah Anda, kualitas bioskop di Indonesia diakui yang paling bagus di dunia, namun sayangnya, jumlahnya paling sedikit jika dibandingkan dengan jumlah penduduk yang ada.

Sebagai gambaran, Kepala Badan Ekononomi Kreatif (Bekraf) Triawan Munaf, mengatakan, dengan populasi nyaris 250 juta, Indonesia hanya memiliki 800 hingga 1.000 layar bioskop.

"Itu pun hanya ada di mall-mall kota besar di mana orang-orang kebanyakan segan masuk," kata Triawan Munaf di Jakarta, Minggu.

Dengan jumlah penduduk yang ada, setidaknya Indonesia harus memiliki 20.000 layar.

"Lalu apa yang salah? Di sini tugas Bekraf nantinya akan memetakan masalah yang ada, apakah salah satunya ada masalah di Daftar Negatif Investasi Asing yang saat ini membatasi produksi, distribusi dan eksibisi film, misalnya," kata ayah Sherina Munaf itu.

Sebagai perbandingan, Korea Selatan yang berpenduduk 40.000 jiwa memiliki 5.000 layar, sektor film dan tayangan televisi di Kosel mampu menyumbang PDB hingga Rp2.100 triliun per tahun.

Sementara di Perancis, jumlah penduduk 60.000 memiliki layar bioskop sebanyak 20 juta.

"Pemerintah Perancis mengutip pajak pada industri film dan acara televisi melalui badan yang disebut CMC, sebesar Rp11 triliun yang dikembalikan lagi untuk mendanai produksi film di sana, jadi kalau mereka rugi tidak apa-apa," katanya.

"Film seharusnya bisa dinikmati masyarakat luas. Bukan hanya menyebar semangat positif melalui film, tapi film juga memiliki multiplier efek ekonomi yang banyak contohnya seperti film Laskar Pelangi yang memajukan perekonomian Belitung mulai dari pariwisata hingga banyaknya jumlah penerbangan ke sana," katanya.

Triawan mengatakan, setidaknya dibutuhkan waktu 13 tahun agar industri sinema Indonesia setara dengan industri-industri sinema internasional yang sudah lebih dulu maju.

"Korea Selatan saja butuh 13 tahun untuk bisa seperti sekarang dari keadaan yang kira-kira sama seperti kita, jadi sabar saja yang penting kita bergerak bersama," katanya.

Pewarta: Ida Nurcahyani
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2015