Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Perdagangan merevisi Peraturan Menteri Perdagangan No 44/M-Dag/Per/7/2014 tentang Ketentuan Ekspor Timah dengan menerbitkan Permendag No 33/M-Dag/Per/5/2015 yang nantinya akan mulai diberlakukan 1 Agustus 2015.

"Jenis timah yang bisa diekspor sebelumnya dikelompokkan menjadi empat bagian, sekarang direvisi menjadi tiga kelompok saja," kata Menteri Perdagangan, Rachmat Gobel baru baru ini. 

Rachmat mengatakan, jenis timah yang diekspor sebelumnya adalah timah murni batangan, timah murni bukan batangan, timah solder dan timah paduan bukan solder sementara dalam revisinya menjadi hanya timah murni batangan, timah solder dan barang lainnya dari timah.

Rachmat menjelaskan, timah murni batangan yang bisa diekspor yang memiliki kandungan Stannum (Sn) paling rendah 99,9 persen dalam bentuk batangan yang merupakan hasil kegiatan pengolahan dan pemurnian bijih timah oleh smeelter.

Sementara untuk timah solder memiliki kandungan Sn paling tinggi 99,7 persen yang dipergunakan untuk menyolder dan mengelas. Sedangkan barang lainnya dari timah memiliki kandungan Sn paling tinggi 96 persen dalam bentuk pelat, lembaran, strip, foil, pembuluh, pipa, alat kelengkapan pembuluh dan lainnya.

"Selain ketiga kelompok barang tersebut dilarang untuk ekspor. Ketentuan ini mulai diberlakukan pada 1 Agustus 2015," ujar Rachmat.

Rachmat menambahkan, revisi Permendag tersebut bertujuan untuk menjaga keberlanjutan sumber daya alam dan menjaga kelestarian lingkungan akibat dari adanya praktek pertambangan bijih timah ilegal khususnya di Pulau Bangka.

Pertambangan ilegal di Pulau Bangka sudah merusak 65 persen hutan, dan lebih dari 70 persen terumbu karang yang ada di wilayah tersebut juga rusak. Selain itu sebanyak 15 sungai juga terkontaminasi limbah penambangan dan akses air bersih juga menjadi permasalahan bagi setengah populasi di Pulau Bangka.


Disalahgunakan

Sementara itu, dalam kesempatan yang sama, Menteri Perindustrian Saleh Husin, menyatakan bahwa pihaknya mendukung langkah yang diambil oleh Kementerian Perdagangan tersebut, karena selama ini ekspor timah dari Indonesia banyak yang disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

"Ekspor timah ini banyak disalahgunakan karena kode HS (Harmonized system). Dengan diubahnya menjadi lebih rinci, akan mempersulit bagi pihak yang akan merugikan kita," kata Saleh.

Sebelumnya, dalam Permendag 44/2014 sebelum dilakukan ekspor timah batangan murni wajib diperdagangkan melalui bursa timah, sedangkan dalam revisi disebutkan bahwa timah murni batangan yang akan diekspor maupun dijual di dalam negeri wajib diperdagangkan melalui bursa timah.

Pemerintah menilai, adanya pengetatan ekspor timah tersebut akan menghentikan pihak-pihak yang menyalahgunakan kegiatan ekspor timah, karena potensi kerugian negara akibat pihak yang tidak bertanggung jawab mencapai 720 juta dolar AS per tahun.

Salah satu contohnya, data statistik perdagangan internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa (UN Comtrade) menyebutkan ekspor timah dari Indonesia ke Singapura sebesar 1,2 miliar dolar AS akan tetapi yang tercatat di Singapura hanya sebesar 638 juta dolar AS.

Pewarta: Vicki Febrianto
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2015