Medan (ANTARA News) - Lembaga Penjaminan Simpanan atau LPS berharap Undang-Undang Jaring Pengaman Sistem Keuangan bisa terbit tahun ini untuk memperkuat industri perbankan menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN.

"Draf awal RUU JPSK (Jaring Pengaman Sistem Keuangan) sudah siap dan akan diserahkan ke DPR.LPS berharap nantinya draft bisa dibahas agar segera menjadi UU (undang-undang)," kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Eksekutif LPS Fauzi Ichsan dalam seminar LPS di Medan, Rabu.

Menurut dia, UU JPSK penting sebagai upaya memberikan pondasi hukum untuk menyelamatkan bank khususnya dalam menghadapi persaingan ketat dalam era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).

Dalam era yang semakin global dan ketatnya persaingan diperlukan aturan yang bisa memperkuat perbankan di dalam negeri.

Dia menegaskan, LPS memasukkan dua opsi pemikiran dalam draft awal tersebut yakni pelelangan aset milik bank yang masih bagus dan pemindahan aset ke bank baru untuk kemudian dijual kepada pihak lain.

Selain LPS, Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku pihak yang memiliki tugas dan tanggung jawab khusus di bidang perbankan juga sudah menyampaikan opsi masing-masing.

"Selama ini opsi penyelamatan bank hanya ada satu yaitu penyertaan modal sementara, sementara LPS menilai perlu ada penambahan opsi dan harus mendapat dukungan dari DPR dan Pemerintah," ujarnya.

Menurut Fauzi Ichsan, DPR dan Pemerintah harus melihat persoalan penyelamatan bank sebagai satu hal yang penting.

Apalagi dewasa ini, melihat indikator terjadinya penurunan perekonomian di mana kondisi itu bisa memengaruhi industri perbankan.

"Meski belum pada level mengkhawatirkan yang ditandai dengan secara keseluruhan perbankan di Indonesia masih sehat, tetapi tentunya harus ada upaya antisipasi karena perekonomian masih cenderung menurun," katanya.

Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Gus Irawan Pasaribu yang menjadi pembicara juga pada seminar itu mengaku saat ini DPR sedang menyiapkan beberapa perubahan terkait peraturan perundang-undangan yaitu perbankan, Bank Indonesia dan termasuk juga JPSK.

Komisi XI, katanya juga melihat banyak kebijakan di perbankan dan BI yang belum berubah sejak dahulu dimana kala itu Indonesia masih tergantung dengan IMF.

"Sedikitnya ada 1.300 tindakan hasil aturan yang mengacu pada IMF jadi harus segera diubah/direvisi" katanya.

Revisi UU perbankan dewasa ini sudah dalam proses pembentukan panitia kerja. Mengenai JPSK yang pengajuannya berasal dari Pemerintah memang sedang ditunggu.

"Sampai hari ini (Rabu), kami belum menerima draft terkait RUU JPSK. Kami menunggu agar bisa dibahas segera dan bisa di UU-kan seperti harapan LPS," ujar Pasaribu.

Komisi XI menginginkan UU itu bisa paralel antara industri dan pengamanannya sehingga tidak bersinggungan satu sama lain nantinya.

"Semangatnya DPR RI ingin industri keuangan Indonesia tidak terlalu liberal seperti membebaskan asing memiliki saham besar di perbankan seperti selama ini," katanya.

Pewarta: Evalisa Siregar
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2015