Perth (ANTARA News) - Menteri Luar Negeri (Menlu) Australia, Julie Bishop, mendesak agar komunitas internasional menekan Myanmar untuk menghentikan kedatangan manusia perahu etnis Rohingya yang mencari suaka seiring dengan pernyataan Perdana Menteri (PM) Tony Abbott bahwa Australia tidak akan menerima pengungsi Rohingya.

Pernyataan PM Abbott dan Menlu Bishop ini kembali menegaskan kebijakan Australia yang membalikkan perahu para pencari suaka, meskipun dunia internasional telah mengecam aksi serupa dilakukan oleh negara lain.

Kebijakan Australia ini diumumkan sehari setelah Pemerintah Indonesia dan Malaysia menyatakan rencana menerima 4.000 pengungsi asal Rohingya dan Bengali yang terapung-apung di lautan.

Pemerintah Turki dan Indonesia telah meminta pertemuan dengan Menlu Bishop khusus membahas krisis ini di Ibukota Korea Selatan, Seoul, karena tekanan di kawasan terus meningkat sejalan dengan eksekusi besar-besaran terhadap Muslim Rohingya di Myanmar yang mayoritas beragama Buddha, dan mereka yang mencoba meninggalkan kemiskinan di Bangladesh.

"Negara yang harus memikul tanggung jawab terbesar adalah negara-negara di kawasan yang letaknya paling dekat dengan sumber masalah," kata PM Abbott.

"Dan sekarang pelakunya adalah Myanmar karena di Myanmar-lah masalah ini berasal," tambahnya.

Pernyataan PM Abbott yang terkesan sama sekali tidak mau meringankan krisis manusia perahu di Asia Tenggara menafikkan kenyataan bahwa sekitar 400 orang pencari suaka yang telah diselamatkan di Aceh berada dalam kondisi sangat buruk, sebagaimana disebutkan oleh juru bicara  International Organisation for Migration (IOM), Joe Lowry. Mereka menderita dehidrasi, kekurangan gizi, dan trauma berat.

Sementara itu Menlu Bishop di Seoul kepada harian  The Australian mengatakan bahwa Myanmar harus ditekan untuk mengatasi krisis ini, terutama dalam kaitannya menangani sekitar 1,1 juta orang Rohingya yang Muslim dan minoritas di sana.

"Saya rasa harus ada tekanan dari dunia internasional, termasuk dari Barat, kepada Myanmar agar memperlakukan Rohingya secara manusiawi dan mengizinkan mereka tinggal (di Myanmar) secara damai," ujar dia.

Krisis manusia perahu Rohingya dan Bangladesh ini juga akan dibahas di Seoul oleh para diplomat tertinggi lima negara (MIKTA) yaitu Meksiko, Indonesia, Korea Selatan,Turki, dan Australia.

Indonesia akan diwakili oleh Duta Besar Indonesia untuk Korea Selatan, setelah Menteri Luar Negeri Retno Marsudi membatalkan kehadirannya karena harus hadir di pertemuan dengan Menlu Thailand dan Malaysia.

Pertemuan berikutnya dijadwalkan di Bangkok pada 29 Mei, dan pihak Myanmar telah menyatakan bersedia untuk hadir, padahal sebelumnya mereka menolak untuk datang. Sementara itu Australia akan diwakili oleh Duta Besar Isu Penyelundupan Manusia, Andrew Goledzinowski.

Sementara itu Pemerintah Amerika Serikat di bawah Presiden Barack Obama mengakui bahwa Malaysia dan Indonesia telah meminta bantuan dari Amerika terkait pengungsi Rohingya ini.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri AS, Marie Harf, di Washington menyebutkan bahwa saat ini Pemerintahan Obama |"tengah melihat dengan cermat proposal" yang diajukan Malaysia dan Indonesia, dengan penekanan bahwa solusi masalah ini haruslah melibatkan banyak negara, dan Amerika siap menjadi pemimpinnya.

Amerika Serikat telah menerima lebih dari 1.000 pengungsi Rohingya sejak Oktober tahun lalu.

Pewarta: Ella Syafputri
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2015