... 1,1 juta penduduk Rohingya tidak memiliki kewarganegaraan dan hidup dalam kondisi seperti apartheid...
Yangon (ANTARA News) - Panglima militer Myanmar mengatakan sebagian "manusia perahu", yang mendarat di Malaysia dan Indonesia bulan ini, diduga berpura-pura sebagai warga Rohingya untuk mendapatkan bantuan PBB dan banyak di antaranya pelarian dari Bangladesh, kata media pemerintah, Jumat.

Pernyataan itu dibuat setelah Amerika Serikat mengecam Myanmar atas kegagalannya mengatasi penyebab bencana itu, yang menurut pengamat berakar dari penolakan Myanmar mengakui Rohingya, suku kecil tinggal di Myanmar barat, sebagai warga negara.

Sebagian besar dari 1,1 juta penduduk Rohingya tidak memiliki kewarganegaraan dan hidup dalam kondisi seperti apartheid. Sekitar 140.000 orang mengungsi dalam bentrokan berdarah dengan warga Buddha di provinsi Rakhine di wilayah barat pada 2012.

Badan-badan PBB mendesak pemerintah di kawasan itu untuk melindungi ribuan imigran yang terdampar dalam kapal-kapal di Teluk Benggala dan Laut Andaman dengan persediaan makanan dan air yang terus menipis.

Ratusan imigran, termasuk Rohingya dari Myanmar dan warga Bangladesh, yang lari menghindari kekerasan dan kemiskinan di negara asal, diusir balik ke laut oleh Thailand, Malaysia dan Indonesia pada Mei.

Banyak di antaranya sakit dan menghadapi masalah kelaparan.

Jendral senior Myanmar Min Aung Hlaing dalam pertemuannya dengan Wakil Menlu AS Antony Blinken, Kamis, "mengindikasikan sebagian besar korban diperkirakan mengasumsikan diri mereka sendiri sebagai Rohingya dari Myanmar dengan harapan menerima bantuan dari UNHCR", kata harian Global New Light of Myanmar.

Ia mengutip laporan bahwa para manusia perahu itu berasal dari Bangladesh.

"Saya tekankan perlunya menyelidiki negara asal mereka daripada menuduh sebuah negara," demikian dilaporkan harian itu.

Blinken menekankan perlunya Myanmar mengatasi penyebab migrasi tersebut, "termasuk diskriminasi dan kekerasan berlatarbelakang rasial dan relijius".

Warga Rohingya sejak lama sudah mengeluhkan diskriminasi pemerintah di Myanmar dan ditolaknya kewarganegaraan mereka. Myanmar membantah diskriminasi terhadap etnik tersebut dan mengatakan hal itu bukanlah sumber masalah.

Perdana Menteri Malaysia, Najib Razak, Kamis, menjanjikan bantuan dan memerintahkan angkatan laut untuk menyelamatkan ribuan orang yang terkatung-katung di lautan. Sementara pejabat Thailand mengatakan Myanmar telah sepakat untuk menghadiri konferensi darurat untuk membicarakan krisis itu.

Malaysia dan Indonesia mengatakan mereka akan menampung sementara sebanyak 7 ribu imigran yang saat ini masih terkatung-katung di lautan, tapi tidak lebih dari itu.

Kedua negara juga mengatakan bahwa tempat perlindungan sementara akan didirikan untuk menampung para imigran, namun Thailand yang selama ini menjadi titik transit bagi imigran yang ingin ke Malaysia untuk bekerja mengatakan, mereka tidak akan mengikuti langkah itu.

Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015