Pekanbaru (ANTARA News) - Menteri Perindustrian Saleh Husin menantang produsen bubur kertas (pulp) dan kertas APRIL Grup untuk meningkatkan nilai ekspor hingga mencapai Rp40 triliun.

Menteri mengatakan pemerintah siap memberikan dukungan penuh dari berbagai insentif, kemudahan berusaha, dan proteksi untuk kemajuan industri tersebut.

Hal ini disampaikan Saleh Husin setelah meresmikan pemancangan batu pertama fasilitas mesin produksi kertas digital premium di pabrik PT Riau Andalah Pulp and Paper (RAPP), anak perusahaan APRIL Grup, senilai Rp4 triliun di Pangkalan Kerinci Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau, Jumat.

"Setelah melihat RAPP memperluas lini ketiga dengan total investasi Rp4 triliun, dan yang perlu kami banggakan selama ini mereka bisa melakukan ekspor Rp25 triliun/tahun, maka dengan penambahan yang ada dan pada September 2016 sudah bisa produksi, tentu kami minta RAPP tingkatkan ekspor Rp40 triliun/tahun. Ini jadi PR (pekerjaan rumah) yang cukup berat untuk mereka jawab," kata Saleh Husin.

Ia mengatakan pemerintah siap mendukung kemajuan industri nasional untuk menarik sebesar-besarnya investasi masuk ke tanah air, dan diharapkan makin besar nilai ekspor yang dihasilkan.

Ia menjanjikan pihaknya akan mendorong adanya insentif fiskal seperti pembebasan pajak (tax holiday) hingga insentif nonfiskal berupa kemudahan berbagai perizinan dan peningkatan infrastruktur menuju tempat industri.

"Tentang tax holiday kita tunggu apa sudah diusulkan (RAPP) karena harus dikaji dan prosesnya tak hanya kementerian perindustrian, tapi juga Kementerian Keuangan, Dirjen Pajak, BKPM, dan Menko Ekonomi. Tentu kita harus berterima kasih karena pemerintah kini memang ingin tarik investasi sebanyak-banyaknya, hilirisasi, dan meningkatkan ekspor. Dan produksi RAPP ini 85% untuk ekspor," katanya.

Kemudian, Saleh Husin mengatakan akan merekomendasikan agar kebijakan impor garam yang tengah didorong oleh Kementerian Perikanan dan Kelautan jangan sampai mengganggu operasional industri pulp dan kertas.

Ia mengatakan Indonesia tiap tahun mengimpor hampir dua juta ton garam industri untuk memenuhi kebutuhan dari industri kertas, farmasi, gula rafinasi, industri kaca hingga pengeboran lepas pantai.

Kebijakan impor garam industri tersebut disebabkan Indonesia memang belum sanggup untuk memproduksi garam industri yang memiliki spesifikasi kandungan Nacl 97 ke atas.

"Karena kita belum bisa memproduksinya tentu harus impor, jadi kita akan beri rekomendasi ke Kementerian Perdagangan untuk salah satu kebutuhan bahan baku industri-industri yang membutuhkan garam untuk terpenuhi," katanya.

Ia mengatakan kebijakan untuk tetap mengimpor garam industri tidak akan berdampak pada produksi garam petani yang memproduksi garam rumah tangga, karena keduanya memiliki karakteristik yang jauh berbeda.

"Ini yang harus kita luruskan bahwa garam industri dengan garam yang biasa dikonsumsi itu beda, karena garam industri benar-benar tidak bisa dimakan," katanya.

Pewarta: FB Anggoro
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015