Pada akhirnya data yang diperoleh dengan cepat dan akurat akan mengetahui fenoma iklim yang sedang terjadi. Dan pemerintah akan semakin cepat dalam membuat kebijakan terkait kondisi iklim yang akan terjadi tersebut,"
Jakarta (ANTARA News) - Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) bersama Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dan National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) berhasil memasang lima buoy baru di Samudera Hindia perairan bagian barat Sumatera.

"Ini kegiatan besar, mengintegrasikan observasi laut dan analisis terkait atmosfir dan laut, terutama karena Indonesia belum mempunyai data terkait kondisi laut di Samudera Hindia yang menjadi bagian Indonesia," kata Plh Kepala BPPT Muhamad Sadly dalam Pemaparan Hasil Ekspedisi Kapal Riset Baruna Jaya I BPPT dalam pemasangan BUOY Iklim di Samudera Hindia bersama BMKG dan NOAA di @america, Jakarta, Jumat.

Menurut dia, kerja sama observasi dan pemasangan empat buoy iklim dan satu buoy tsunami yang telah dilakukan bersama di Samudera Hindia perairan barat Sumatera selama 30 hari berjalan sangat baik. Untuk itu BPPT akan melanjutkan kerja tersebut guna menyiapkan hasil observasi data sehingga bisa mendukung program kemaritiman dan iklim.

Lebih lanjut, ia mengatakan fasilitas BPPT seperti Kapal Riset Baruna Jaya I yang digunakan dalam observasi dan teknologi lainnya akan tetap disinergikan ke BMKG. Dukungan Amerika Serikat (AS) juga sangat membantu karena mempercepat pelaksanaan observasi dan analisa data kelautan.

"Pada akhirnya data yang diperoleh dengan cepat dan akurat akan mengetahui fenoma iklim yang sedang terjadi. Dan pemerintah akan semakin cepat dalam membuat kebijakan terkait kondisi iklim yang akan terjadi tersebut," ujar dia.

Kepala BMKG Andi Eka Sakya mengatakan observasi laut dan pemasangan buoy iklim merupakan tugas fundamental, mengingat luas laut Indonesia begitu luas mencapai 60 persen dari luas keseluruhan.

Terlebih, menurut dia, ahli Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) telah menyebut laut menyimpan informasi terkait bagaimana perubahan iklim terjadi dan bagaimana mengatasinya. Karena itu, BMKG yang bertugas memberi informasi soal cuaca dan iklim merasa berkewajiban untuk mengumpulkan data terkait kelautan dan perubahan iklim.

"Kepulauan kita sangat terancam, sudah 24 dari pulau kecil kita tenggelam karena peningkatan muka air laut. Karena itu kerja sama diperlukan dalam menghadapi perubahan iklim, tidak bisa sendiri-sendiri, dan kerja sama dengan BPPT dan NOAA menjadi penting," ujar dia.

Sementara itu, Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia Robert O Blake mengatakan pihaknya berkomitmen untuk melanjutkan kerja sama dua negara terkait penelitian laut dan iklim. Dengan penelitian tersebut dunia dapat memahami interaksi kompleks antara laut dan perubahan iklim secara jangka panjang.

"Kami berniat memfasilitasi pelatihan, meningkatkan jumlah pelatihan, dan aplikasikan teknologi tercanggih di kemaritiman," ujar dia.

Menurut dia, misi NOAA untuk merekam jantung atmosfir dunia dan laut dan berbagi data kepada pihak yang membutuhkan, baik BMKG, BPPT, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). "Ini kemitraan yang mengedepankan pelestarian laut untuk masa depan".

Hasil dari ekspedisi selama 30 hari tersebut, ia mengatakan akan segera dianalisa dalam pertemuan para ahli di Bandung, yang sekaligus menjadi awal lokakarya NOAA ke-10 di Indonesia.

Kepala Balai Teknologi Survei Kelautan BPPT Wahyu W Pandoe mengatakan dalam ekspedisi selama 30 hari di perairan barat Sumatera, tim gabungan yang terdiri dari 31 orang dari BMKG, BPPT, NOAA, DISHIDROS, dan TNI Angkatan Laut, serta 20 kri kapal berhasil memasang empat buoy iklim dan satu buoy tsunami. Pada masing-masing buoy melekat lebih dari 10 jenis sensor yang diantaranya berkaitan dengan temperatur, salinitas, densitas, arus, angin, tekanan, metrologi permukan.

Peralatan yang berhasil terpasang atau yang digunakan antara lain ATLAS Buoy, Argo Drifters, Single beam ELAC, CTD Sea Bird SBE911, Portabel Weather Station (PWS), Automatic Solar Radiation Station, Grey Wolf for Green House Gasses Measurement, Light Detection and Ranging (LIDAR), dan Manual Observation.

"Secara rutin sensor yang melekat pada buoy akan dicek satu tahun sekali. Tapi jika salah satu sensor malfunction data masih akan dapat didapat dari sensor yand dipasang di tiga buoy lainnya," ujar Wahyu.

Pewarta: Virna P
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2015