Sleman (ANTARA News) - Kementerian Agama melalui Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) terus berupaya mengembangkan wawasan multikultural tokoh agama, salah satunya dalam Worskhop Pengembangan Wawasan Multikultural yang diselenggarakan 22 – 23 Mei, di Yogyakarta.

Sesuai dengan semangat kerukunan, Workshop ini mengangkat tema Diversity is Reality, Unity is Necessity, keberagaman adalah sebuah keniscayaan, persatuan adalah suatu keharusan. Workshop hasi kerjasama PKUB dengan Kanwil Kemenag DIY dan Kankemenag Kabupaten Sleman ini diikuti 100 orang yang merupakan tokoh-tokoh lintas agama. Selama dua hari pelaksanaan workshop, peserta didampingi tim dari UIN Sunan Kalijaga.

Kepala PKUB Mubarok yang membuka acara ini menjelaskan Indonesia merupakan bangsa yang terdiri atas ribuan pulau dengan segala macam perbedaannya. Pendiri bangsa tentu sudah memikirkan itu semua sehingga dalam UUD 1945 sudah tercermin menjaga potensi negatif yang ditimbulkan dari perbedaan.

“Kalimat yang digunakan dalam misi negara yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 adalah menjaga segenap tumpah darah Indonesia,” tegas Mubarok, Jumat (22/5) sebagaimana dikutip kemenag.go.id.

Keberagaman, lanjut Mubarok, adalah sebuah takdir, meski kadang menimbulkan percikan konflik yang tidak nyaman. Namun itu semua, menurutnya, tetap wajar terjadi. “Dalam keluarga saja kadang bertengkar,” kata Mubarok.

Kepala PKUB mencontohkan orang Sumatera yang gaya bicaranya keras, bisa dianggap sedang marah oleh orang Yogya yang terkenal halus. Di sisi lain, Mubarok menandaskan workshop ini bertujuan agar peserta dapat memiliki pemahaman yang lebih baik akan suatu perbedaan.

“Kami di PKUB memiliki misi untuk menjaga kerukunan. Rukun itu adalah kebersamaan yang mendalam, lebih dari sekadar damai,” terang Mubarok lagi.

Ia melanjutkan, perbedaan yang terjadi di wilayah agama sudah diatur baik oleh negara.

“Negara kita bukan negara agama, tapi juga bukan negara sekuler,” ingat Mubarok. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, jelasnya lebih jauh, menandaskan tiap gerak langkah bangsa ini harus dilandasi Ketuhanan.

“Pasal 29 UUD 1945 merupakan acuan pokok bagi kita dalam beragama,” terangnya lagi.

Negara memberikan kebebasan dalam beragama bagi seluruh penduduk. “Baik WNI maupun WNA yang tinggal di Indonesia bebas menjalankan agamanya. Agama apa saja, terlebih bagi WNA mereka boleh membawa agama mereka datang ke sini,” beber Mubarok yang pernah menjabat Kepala Biro Hukum dan Kerjasama Luar Negeri Kemenag itu.

Sementara, Kabag TU Kanwil Kemenag DIY Zainal Abidin yang mewakili Kakanwil Prof. Nizar mengungkapkan penduduk di DIY berjumlah sekitar 3,4 juta jiwa dengan mayoritas Islam sebanyak 96%. Sementara umat Konghucu kurang dari 180 orang.

“Kondisi keberagamaan umumnya berjalan baik. Masing-masing agama saling hormati keyakinan,” terang Zainal Abidin. Menurut mantan Kabid Urais dan Binsyar Kemenag DIY itu, Yogya juga dikenal sebagai city of tolerance.

Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2015