Jakarta (ANTARA News) - Sudan menambah beasiswa untuk mahasiswa Indonesia belajar di negara Afrika itu mulai tahun ini menjadi total 100 dari tahun-tahun sebelumnya 60, kata Duta Besar Sudan untuk Indonesia Abd Alrahim Alsiddig di Jakarta, Sabtu.

"Mulai tahun ini kami tambah beasiswa untuk mahasiswa Indonesia belajar di Sudan dari 60 pada tahun-tahun sebelumnya menjadi total 100," kata Dubes Abd Alrahim kepada Antara seusai mengikuti acara wisuda siswa taman kanak-kanak yang juga dihadiri sejumlah diplomat dari beberapa negara di Afrika Utara dan kawasan Teluk.

Lebih jauh Dubes Sudan itu mengatakan bahwa penambahan beasiswa bagi mahasiswa dan kehadiran lembaga pendidikan Sudan di Indonesia merupakan wujud dari usaha meningkatkan hubungan bilateral antara Sudan dan Indonesia di bidang kebudayaan dan pendidikan.

Para mahasiswa Indonesia antara lain belajar bahasa Arab dan syariah di berbagai universitas terkenal di Sudan.

RI dan Sudan membina hubungan bilateral kedua negara telah terjalin lama dan memiliki sejarah penting. Faktor sejarah mengeratkan hubungan kedua negara itu.

Persahabatan terjalin sejak lama, bahkan ketika Nusantara masih bernama Hindia Belanda. Kala itu, sekitar tahun 1910, ulama asal negeri itu, Sheikh Ahmad Surkati datang ke Tanah Air dan mendirikan Al Irsyad yang terus berkembang hingga saat ini.

Sheikh Ahmad Surkati, yang berkiprah di dunia pendidikan dan dakwah Islam, juga punya andil besar dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Saat ulama itu wafat pada 1943, Presiden Sukarno datang melayat dan ikut berjalan kaki mengantar jenazahnya ke pemakaman.

"Kerja sama di bidang pendidikan dan kebudayaan itu merupakan kelanjutan dari usaha-usaha yang telah dirintis oleh Sheikh Ahmad Surkati sebelumnya," kata Abd Alrahim yang disertai Direktur Pusat Pelatihan Bahasa Arab DR Ayman Ahmed dan Kepala Sudanese, African and Asian School Ali Elobeid Mahmoud.

Menurut dia, keberadaan lembaga pendidikan Sudan tersebut merupakan usaha dari lembaga madani Sudan (SCO) yang bekerja sama dengan lembaga-lembaga serupa dari Indonesia.

Ia berpendapat komunitas Sudan dan Arab seperti dari Qatar, Libya dan Aljazair di Jakarta khususnya menginginkan adanya lembaga-lembaga pendidikan yang dikelola warga Sudan untuk menjadi tempat belajar anak-anak mereka bahkan warga Indonesia ingin sekali belajar bahasa Arab di lembaga-lembaga yang dibentuk dan dikelola oleh orang-orang Sudan.

"Lembaga-lembaga Sudan tersebut datang untuk memenuhi keinginan mereka dan melengkapi lembaga-lembaga serupa yang sudah ada. Kehadiran sekolah atau lembaga kursus Sudan bukan untuk berkompetisi," kata Dubes Abd Alrahim.

Pusat Pelatihan dan Pengajaran Bahasa Arab memberikan kursus-kursus untuk semua usia dengan menggunakan berbagai sarana dan metodologi yang modern. Para pengajarnya adalah ahli berbahasa Arab yang akan menjadikan bahasa Arab terasa mudah dan menarik.

Pada Juli, Sudanese, African and Asian Foundation yang bekerja sama dengan sebuah lembaga di bawah Nahdlatul Ulama akan membuka sekolah di bilangan Tebet, Jakarta Selatan, mulai dari tingkat taman kanak-kanak hingga sekolah lanjutan atas. Tidak hanya para siswa dari komunitas Sudan dan Arab tetapi juga warga Indonesia dapat belajar di sekolah itu yang akan menggunakan bahasa Arab, Inggris dan bahasa Indonesia sebagai pengantar. Sebanyak 120 siswa terdaftar untuk mengikuti proses belajar mulai tahun ajaran ini.

Bagi siswa asal Sudan, kurikulum dari negeri itu akan digunakan dan siswa Indonesia belajar menggunakan kurikulum yang berlaku di Indonesia.

Sudanese, African and Asian Foundation telah memiliki sekolah di 17 negara, yang sebagian besar di kawasan Afrika. Yayasan yang memperoleh dana dari badan-badan amal di Timur Tengah, khususnya Teluk, juga memiliki sekolah di Istanbul, Turki, dan Kairo, Mesir.

Sudan berbatasan dengan Afrika Tengah, Chad, dan Kongo di sebelah barat, Libya dan Mesir di sebelah utara, Sudan Selatan, Ethiopia, Eritrea, Kenya dan Uganda di sebelah selatan. 

Pewarta: Mohammad Anthoni
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015