Bengkulu (ANTARA News) - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengkaji potensi pembentukan desa adat di enam desa di Pulau Enggano Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu.

"Masyarakat adat Enggano masih menjalankan hukum adat untuk mengatur kehidupan sosial, budaya mereka sehingga pengakuan wilayah adat perlu didorong," kata Koordinator Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemasyarakatan LIPI, Dedy Supriadi Adhuri di Bengkulu, Senin.

Ia mengatakan kajian pembentuan desa adat itu digelar bersama Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Bengkulu serta sejumlah lembaga yang berpengalaman.

Peneliti LIPI juga mengandeng peneliti Lembaga Karsa, Yando Zakaria yang terlibat dalam penyusunan Undang-Undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa.

"Kewenangan masyarakat adat untuk mengatur tata hidup yang berlaku secara turun temurun diakui dalam konstitusi," kata Yando.

Ia mengatakan ada tiga metode untuk menjadikan masyarakat adat berdaulat yang diakui oleh negara.

Pertama, mendapatkan pengakuan dalam bentuk surat keputusan dari bupati atau gubernur. Kedua, menjalankan putusan Mendagri nomor 52 tahun 2014 di mana kepala daerah mempunyai kewajiban untuk mengakui dan mendata masyarakat adat di wilayahnya.

Ketiga, membentuk Peraturan Daerah (Perda) Perlindungan dan Pengakuan Masyarakat Adat atau membentuk Perda Desa Adat berdasarkan amanah UU desan termasuk putusan MK 35 tahun 2012.

"Bila menjadi desa adat, bukan berarti hak kepemilikan individu diambil oleh adat, ini yang sering disalahartikan," katanya.

Ia menambahkan bahwa ada pula yang beranggapan saat ini pengajuan desa adat sudah tak dapat dilakukan karena telah lebih satu tahun sejak UU itu disahkan.

Pulau Enggano, daratan seluas 40 ribu hektare dihuni lebih 2.800 jiwa yang berdiam di enam desa yakni Kahyapu, Kaana, Malakoni, Meok, Apoho dan Banjarsari.

Terdapat lima suku asli yang mendiami pulau tersebut yakni Suku Kaitora, Kaharubi, Kauno, Kaharuba, Kaahua dan bagi pendatang diberi nama Suku Kamai.



Pewarta: Helti Marini Sipayung
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2015