Jakarta (ANTARA News) - Inspektorat Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara (Kemenpan-RB) dan Reformasi Birokrasi mengakui tiga aplikasi sistem antikorupsi yang baru diluncurkan ulang pekan lalu masih perlu dilakukan evaluasi.

"Kami sadari masih ada kekurangan dalam aplikasi sistem antikorupsi di Kemenpan-RB dan perlu diperbaiki," kata Inspektur Kemenpan-RB Devi Anantha di Jakarta, Senin.

Tiga aplikasi sistem antikorupsi Kemenpan-RB tersebut adalah Whistle Blowing System (WBS), Sistem Informasi Pelaporan Harta Kekayaan ASN (Siharka) dan Sistem Pelaporan Gratifikasi "Online" (Silaga).

"Utamanya Siharka, itu perbaikannya akan kami lakukan bertahap setelah evaluasi keberhasilan programnya," ujarnya.

Devi menjelaskan Siharka atau sistem pelaporan harta kekayaan yang harus diisi oleh aparatur sipil di lingkungan Kemenpan-RB, sedangkan inspektorat yang memonitornya.

"Karena sistemnya dibuat dalam jaringan, maka lebih efisien karena tidak membutuhkan data tertulis lagi dan bisa dilakukan di mana saja," katanya.

Kendati demikian, jika dalam praktiknya Siharka ini yang tidak menggunakan data tertulis sehingga akan sedikit sulit untuk memeriksa kebenaran datanya, Devi mengatakan untuk masalah tersebut pihaknya ada tim inspeksi, namun dia juga tidak memungkiri kemungkinan tersebut.

"Nanti ada tim yang cek kebenarannya dengan melihat indikator yang mencurigakan kan tidak mungkin masuk 2015 hartanya sudah banyak semisal satu miliar. Tapi memang benar kemungkinan seperti itu ada, ya bisa aja dia punya akun bank di Swiss gak dilaporkan ke kita," katanya.

Oleh karena itu, kata Devi, ke depannya mungkin akan ada peningkatan sistem dengan mengajak pihak terkait seperti lembaga perbankan untuk diajak kerjasama.

"Mungkin nanti ke arah sana kita kerjasama dengan semua bank untuk kroscek data," ujar dia.

Terkait dengan sistem anti korupsi lainnya, Devi mengatakan yang kemungkinan akan ada perbaikan adalah Silaga untuk pelaporan gratifikasi dengan menekankan pada sikap menolak pada semua bentuk pemberian dengan nilai yang tinggi.

"Nanti akan kita atur nilainya dan mulai dibatasi, jadi jika angkanya sudah jutaan itu masuk gratifikasi tapi jika dilihat aturannya sekarang kan masih memungkinkan, makannya akan diatur dan lebih baik tidak menerima apapun apalagi terkait jabatan," katanya.

Sedangkan untuk WBS, lanjut dia, adalah penghargaan untuk pelapor terutama masyarakat yang akan dicari formulasi teknisnya seperti apa. "Itu yang kita akan pikirkan karena memang sepertinya perlu karena peran masyarakat jika melapor jika ada tindakan melanggar hukum pasti ada konsekuensinya," katanya.

Ditemui di tempat yang sama, Kepala Sub Bagian Publikasi Kemenpan-RB Abdul Kahar mengatakan bentuk penghargaan bagi pelapor dari dalam lingkungan Kemenpan-RB ada kemungkinan bukan berupa barang namun pendidikan lanjutan.

"Sesuai arahan menteri selama ini agar reward pada pegawai tidak berupa barang, namun diklat ke luar daerah atau luar negeri," kata Kahar.

Dari pantauan Antara, ada tiga aplikasi anti-KKN selain WBS yaitu Sistem Informasi Pelaporan Harta Kekayaan ASN (Siharka) dan Sistem Pelaporan Gratifikasi "Online" (Silaga), namun baru WBS sebagai sarana pelaporan kecurigaan tindakan korupsi dan Siharka untuk melaporkan harta kekayaan pegawai di lingkungan Kemenpan-RB yang bisa diakses dalam laman kementerian. Sedangkan untuk Silaga belum bisa diakses.

Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015