Jakarta (ANTARA News) - Sebagian dari kita mungkin pernah melihat para ibu muda yang memotret diri saat menyusui bayinya atau disebut "breastfeeding selfie" (brealfie).

Konselor menyusui dari Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI), Nia Umar, S.sos, IBCLC, menyebut hal ini sebagai salah satu upaya untuk menormalisasi menyusui.

"Breastfeeding selfie itu untuk menormalisasi menyusui. Kita membutuhkan upaya menormalisasi menyusui, " ujar Nia kepada ANTARANews di Jakarta, Sabtu.

Dia tak menampik adanya sebagian masyarakat yang merasa tak nyaman melihat pemandangan ibu menyusui. Padahal, menyusui merupakan proses alami dan normal.

"Kalau ada orang yang tidak suka melihat ibu menyusui ya jangan dilihat. Orang menyusui bayinya kan tak tahu tempat dan waktu. Mungkin kalau dia mau, ibu bisa diberikan saran tempat menyusui, bukan malah mengkritisasi," kata dia.

"We need to normalized breastfeeding. That's why we need to promoted more and more. Menyusui itu proses alami," tambah Nia.   

Di samping itu, lanjut dia, saat ini masih ditemui para ibu muda yang menyusui anaknya melalui botol susu bayi ketimbang melalui payudaranya.  Oleh karenanya, "brealfie" bisa menjadi upaya mengajak para ibu agar mau menyusui bayinya.

Data World Breastfeeding Trends Initiative (WBTI) pada 2012 mencatat, baru sekitar 27,5 persen ibu di Indonesia yang mampu memberikan ASI eksklusif sekitar enam bulan.

Sementara menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, diketahui cakupan ASI di Indonesia hanya mencapai 42 persen saja.

"Brealfie" belakangan disebut-sebut sebagai tren menyusui para ibu muda. Kegiatan ini sempat dipopulerkan kalangan selebritis seperti penyanyi pop Gwen Stefani, model Miranda Kerr dan aktris Alyssa Milano.

Kendati begitu, sebagian kalangan menilai "brealfie" memberi tekanan pada ibu-ibu yang tak mampu menyusui bayinya secara alami, karena alasan medis. Sebuah survei yang dilakukan Channel Mum menyebut, empat dari 10 ibu merasa gagal menjadi seorang ibu karena hanya mampu menyusui bayi mereka melalui botol susu.

Nia menyebut, memang, kendala paling umum yang kerap ditemui para ibu muda dalam menyusui sehingga memutuskan menggunakan susu formula ialah ASI yang tak keluar.

Kendati begitu, menurut dia, hal ini sebenarnya tak akan terjadi jika ibu mendapatkan dukungan yang tepat saat melahirkan.

"ASI tidak keluar tiba-tiba seperti air dari keran. Ada rangkaian proses yang harus dikerjakan. Misalnya, saat hamil ibu sudah mulai mendapatkan informasi soal menyusui. Lalu setelah melahirkan, ibu melakukan inisiasi menyusui dini, bayi dan ibu skin to skin contact, satu setengah jam atau lebih," tutur Nia.

Kemudian, lanjut dia, saat di rumah sakit, kamar bayi dan ibu tak perlu dipisah, sehingga memungkinkan ibu memberi ASI setiap bayi membutuhkannya.

"Kejadiannya, di rumah sakit atau fasilitas kesehatan, kalau melahirkan bayinya ditaruh di kamar bayi. Produksi ASI bagaimana mau keluar. Karena produksi ASI semakin dikeluarkan maka akan semakin banyak," kata dia. 

Oleh Lia Wanadriani Santosa
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2015