"Terjadinya perlambatan ekonomi global mendorong semua negara memotong harga jual produknya agar bisa diterima di pasar internasional, termasuk ke Asean dan Indonesia. Tiongkok misalnya, bisa menurunkan harga produknya hingga 40 persen. Ini jelas sudah tidak sehat dan mengancam eksistensi industri dan usaha dalam negeri, terutama IKM dan UKM," kata Heri via pesen eletronik, Minggu.
Perang harga gila-gilaan, sambungnya, sudah termasuk kategori dumping, serta merugikan industri dan usaha domestik.
"Pasar menjadi terdistorsi dan tidak efisien. Jika dibiarkan berlarut-larut maka akan sulit dikendalikan," sebut Heri.
Ia menilai, Kementrian Perdagangan masih belum mewaspadai perang harga, bahkan sering kecolongan.
"Ditambah lagi Peraturan Pemerintah (PP) tentang Tindakan Pengamanan Perdagangan, Tindakan Anti Dumping dan Tindakan Imbalan yang diamanatkan oleh UU No. 7 tahun 2014 tentang Perdagangan, hingga kini tidak jelas nasibnya," ujar politisi Gerindra ini.
Pewarta: Zul Sikumbang
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2015