Kabul (ANTARA News) - Di Afghanistan yang dirongrong konflik, anak-anak menjadi bagian paling rentan dalam masyarakat, memikul beban berat akibat perang karena banyak di antara mereka kehilangan ayah dan terpaksa hidup di jalanan demi membantu keluarga mereka.

Wakil Utusan Dana Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF) untuk Afghanistan Dr. L.N. Balaji mengatakan hampir 3,5 juta anak putus sekolah di Afghanistan, yang telah membuat prestasi sangat besar di bidang pendidikan dalam 14 tahun terakhir.

"Pada 2001, hanya satu juta anak bersekolah dan hampir semuanya adalah anak lelaki, tapi pada 2013 dan 2014 hampir 8,6 juta anak bersekolah dan 39 persen anak perempuan," katanya kepada kantor berita Xinhua.

"Jadi ada kemajuan luar biasa, tapi hampir 3,5 juta anak masih tak bersekolah," tambah dia.

Ia mengatakan Afghanistan telah membuat kemajuan sangat besar dalam hal jumlah sekolah yang dibangun kendati sumber daya dari pemerintah masih sedikit.

Pejabat UNICEF menyatakan bahwa 6.000 sekolah dibangun tahun 2001. Jumlah tersebut sejak itu telah bertambah dua kali lipat menjadi 15.000 sekolah di seluruh negeri.

Sekalipun ada perkembangan positif, hampir 28 persen anak Afghanistan yang berusia lima sampai 11 tahun dipaksa menjadi pekerja. Banyak anak Afghanistan bekerja di tempat pembuatan permadani dan batu bata dan sebagian bahkan bekerja sebagai pembantu di ladang opium di daerah pedesaan.

Kemiskinan parah memaksa Mojibullah (15) bekerja di jalanan untuk membantu keluarganya setelah ia kehilangan ayahnya.

Mojibullah, yang seperti banyak orang Afghanistan hanya punya nama dengan satu kata, mengatakan ia mencuci mobil di permukiman Macrorayon untuk mendapat uang.

"Saya sekolah pagi hari dan siang hari saya bekerja di jalanan sebagai tukang cuci mobil. Saya mendapat rata-rata 200 afghani (sekitar tiga dolar AS) setiap hari dan memberikan semua uangnya kepada ibu saya," kata Mojibullah kepada kantor berita Xinhua.

Tak ada data statistik resmi mengenai jumlah anak jalanan dan pekerja anak di Afghanistan, tapi jumlahnya  diduga ribuan sebab mereka dapat dilihat di Kabul dan kota besar lain Afghanistan.

Yang paling disesalkan ialah pemanfaatan anak-anak oleh gerilyawan dalam upaya merebut kekuasaan di Afghanistan.

Pekan lalu, seorang calon pengebom bunuh diri yang baru berusia belasan tahun, ditangkap di Kota Kandahar. Polisi mengatakan anak lelaki itu diberi tugas meledakkan kantor polisi Kandahar.

Pada malam menjelang Hari Anak Internasional pada Minggu (31/5), empat anak Afghanistan tewas dan empat lainnya cedera saat satu roket menghantam satu gedung sekolah di Provinsi Logar di bagian timur negeri itu. Dua minggu lalu, dua anak terbunuh dalam pengeboman bunuh diri di Kabul.

Warga Afghanistan telah menyeru pemerintah agar meningkatkan keamanan negeri guna melindungi anak-anak dan memungkinkan mereka memperoleh pendidikan yang layak dan kesejahteraan saat mereka tumbuh.(Uu.C003)

Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2015