Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera mengumumkan surat perintah penyidikan atau Sprindik baru untuk mantan Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin IAS).

"Masih dibahas teknisnya. Masih belum secara resmi definitif, tapi opsi (penerbitan Sprindik baru) itu bisa diambil kemungkinan dalam waktu dekat. Kemungkian minggu ini bisa nanti disampaikan lagi," plt Wakil Ketua KPK Johan Budi di Jakarta, Senin.

Pada 12 Mei 2015, hakim tunggal Yuningtyas Upiek Kartikawati di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan permintaan Ilham Arief Sirajuddin untuk membatalkan penetapan dirinya sebagai tersangka dalam kasus tindak pidana korupsi kerja sama rehabiliasi kelola dan transfer untuk instalasi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Makassar tahun anggaran 2006-2012.

Menurut hakim, bukti-bukti yang diajukan KPK hanya berupa fotokopi tanpa bisa menunjukkan aslinya sehingga KPK dianggap menetapkan Ilham sebagai tersangka sebelum ada dua bukti permulaan yang cukup.

"Hakim praperadilan IAS mengabulkan (permohonan) lebih soal bukti-bukti yang dianggap hakim bahwa KPK tidak bisa menunjukan dua alat bukti. Nah ini, untuk IAS, KPK masih ada kemungkiann perlawanan, tapi bukan secara hukum," tambah Johan.

Perlawanan hukum yang dimaksud Johan adalah dengan menerbitkan Sprindik baru sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi halaman 106 hasil "judicial review" pasal 77 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengenai objek praperadilan.

"Kita mengacu pada putusan MK tentang perluasan objek praperadilan pasal 77 KUHAP. Kita lihat halaman 106, untuk kemudian penegak hukum punya kewenangan mengulangi proses awal, dengan kata lain KPK bisa menerbitkan sprindik baru," ungkap Johan.

Sebelumnya, KPK juga sudah mengirimkan surat ke Mahkamah Agung terkait pengawasan atas hakim Yuningtyas Upiek karena KPK menilai ada beberapa tindakan hakim yang tidak fair saat sidang.

KPK menetapkan Ilham sebagai tersangka pada 7 Mei 2014 atau sehari sebelum lengser sebagai Wali Kota Makassar pada 8 Mei 2014.

Pasal yang disangkakan adalah pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 jo Pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 mengenai perbuatan melawan hukum, penyalahgunaan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya dalam jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.

Perbuatan Ilham diduga menyebabkan kerugian negara hingga Rp38,1 miliar karena adanya sejumlah pembayaran digelembungkan oleh pihak pengelola dan pemerintah kota.

Ilham Arif Sirajuddin adalah politisi Partai Demokrat yang menjabat dua periode sebagai Wali Kota Makassar yaitu 2004-2009 dan 2009-2013, Ilham mengakhiri masa jabatannya pada 8 Mei 2014.

Selain Ilham Arif Sirajuddin, KPK juga menetapkan Direktur Utama PT Traya Tirta Makassar Hengky Widjaja sebagai tersangka kasus yang sama dan disangkakan pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 jo Pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1.

Badan Pemeriksa Keuangan pada 8 November 2012 sudah menyerahkan data hasil audit perusahaan milik Pemkot Makassar itu kepada KPK. Hasil audit menemukan potensi kerugian negara dari kerja sama PDAM dengan pihak swasta hinga mencapai Rp520 miliar.

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2015