Jakarta (ANTARA News) - Petinggi PT Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) Sherman Rana Krishna dan Moch Bihar Sakti Wibowo didakwa menyuap Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Syahrul Raja Sempurnajaya sebesar Rp7 miliar untuk mendapatkann izin pendirian PT Indokliring Internasional.

Dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu, Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi Haerudin menyatakan Sherman selaku Direktur Utama PT BBJ dan Komisaris Utama PT Indokliring Internasional bersama-sama dengan Komisaris Utama PT BBJ Hassan Widjaja dan Direktur Utama PT BBJ Moch Bihar Sakti Wibowo memberikan uang 600 ribu dolar AS dan Rp1 miliar kepada Syahrul agar memberikan izin usaha Lembaga Kliring Berjangka sendiri dengan mendirikan PT Indokliring Internasional.

Pemberian uang itu bermula dari upaya PT BBJ memiliki Lembaga Kliring Berjangka sendiri dengan mendirikan PT Indokliring Internasional dan membentuk tim pada Mei 2012, yang salah satu tugasnya adalah mengajukan izin ke Kepala Bappebti yang saat itu dijabat oleh Syahrul.

Atas permintaan izin itu, Syahrul melalui Kepala Biro Hukum Bappeti bernama Alfons Samosir menyatakan untuk mendapatkan izin usaha mereka mesti memberikan saham kepada Syahrul sebanyak 10 persen dari modal awal pendirian Lembaga Kliring Berjangka yang sebesar Rp100 miliar.

Bihar menyampaikan permintaan saham itu dalam rapat Dewan Komisaris dan Direktur PT BBJ pada 10 Juli 2012 dihadiri Direktur Keuangan PT BBJ Roy Sembel, Komisaris PT BBJ Kristanto Nugroho, Direktur Utama PT BBJ Made Sukarwo, Kadiv Keuangan PT BBJ Stephanus Paulus Lumintan dan Corporate Secretary PT BBJ Aulia Shina Primayog.

Uang tunai

"Saat itu Roy Sembel mengusulkan agar diberikan dalam bentuk uang tunai, dengan pertimbangan lebih sederhana atau mudah dan tidak mudah ditelusuri sumbernya," kata jaksa Haerudin.

Komisaris PT BBJ Hendra Gondowidjaya pada rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPS) PT BBJ kemudian meminta Hassan Widjaja yang melakukan lobi untuk mendapatkan izin karena dianggap paling dapat menembus dan melobi Bappebti.

Lembaga Kliring Berjangka PT Indokriling Internasional akhirnya terbentuk pada 27 Juli 2012 dengan modal patungan dari PT BBJ sebesar Rp20 miliar, PT Valvury Asia Futures sebesar Rp2,5 miliar dan PT Solid Gold sebesar Rp2,5 miliar sehingga total modal adalah Rp25 miliar.

Setelah pendirian, Hassan pun bertemu dengan Syahrul dan disepakati pemberian dalam bentuk uang tunai Rp7 miliar.

Hassan meminta Bihar menyiapkan uang Rp7 miliar yang diambil dari modal awal PT Indokliring Internasional.

Uang itu dicairkan oleh Kepala Divisi Keuangan PT BBJ Stephanus Paulus Lumintan di Bank Windu cabang Rawamangun dalam bentuk dua cek senilai Rp2 miliar dan cek Rp4 miliar ditukarkan dalam bentuk dolar AS.

Selanjutnya Stephanus pada 2 Agustus 2012 membawa tiga cek masing-masing Rp500 juta, Rp250 juta dan Rp250 juta yang berjumlah total Rp1 miliar dan uang 600 ribu dolar AS dan menyerahkan ke Bihar.

Pada tanggal yang sama, di Cafe Lulu Kemang Arcade, Bihar menemui Syahrul dan menyerahkan uang tersebut kepada Syahur di dalam mobil yang diparkir di samping mobil Bihar. Bihar pun melaporkan pemberian uang itu ke kantor PT BBJ.

Keesokan harinya, pada 3 Agustus 2012, Sherman dan Hendra mengajukan permohonan izin usaha Lembaga Kliring Berjangka kepada Kepala Bappepti yang saat itu dijabat Syahrul.

Syahrul selanjutnya memerintahkan Kepala Biro Perniagaan Bappebti Robert James Bintaryo memproses izin tersebut.

Atas perbuatan itu Sherman dan Bihar dijerat dengan pasal 5 ayat (1) huruf a subsider pasal 13 UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No.20/2001 tentang Perubahan atas UU No.31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Pasal itu mengatur mengenai pemberian atau janji kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya. Pelanggaran ketentuan itu ancaman pidananya penjara 1-5 tahun dan denda Rp50-250 juta.

Baik Sherman maupun Bihar akan mengajukan nota keberatan atas dakwaan itu. "Minggu depan akan mengajukan eksepsi, ada dua dari penasihat hukum dan kami," kata Bihar.

Selain itu, pengacara Bihar, Tito Hananta Kusuma, mengajukan sejumlah permohonan kepada majelis hakim yang dipimpin oleh Aswijon.

Ia antara lain meminta kliennya diizinkan berobat ke RSPAD Paviliun Kartika untuk fisioterapi karena sakit punggung dan sudah mendapat izin dari dokter KPK.

"Kedua izin untuk terdakwa karena mendapat panggilan dari Polres Jakarta Selatan sebagai korban teror dan kekerasan dan juga sudah mengajukan ke LPSK, apakah dapat di-bon tahanan ke tahanan Polres Jaksel atau penyidik Polres ke Rutan Guntur," kata Tito.

Tito juga memohon kepada KPK agar Rutan Guntur dipasangi kipas angin.

"Di rutan Guntur tidak ada kipas angin sehingga panas dan menimbulkan dehidrasi dan mohon dari yang mulia hakim agar dipasang kipas angin di setiap ruang, berbeda dengan ruang tahanan di KPK yang dilengkapi AC," tambah Tito.

Atas permohonan itu, hakim Aswijon mengatakan akan mempertimbangkannya.

Sidang perkara itu akan dilanjutkan pada Rabu, 10 Juni 2015.

Dalam perkara itu, Syahrul sudah diputus terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi berupa pemerasan, gratifikasi dan memberikan suap serta tindak pidana pencucian uang dan divonis dengan hukuman delapan tahun penjara dan denda Rp800 juta subsider enam bulan kurungan pada 12 November 2014

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2015