Jakarta (ANTARA News) - Duta Besar Rusia untuk Indonesia Mikhail Galuzin berpendapat Indonesia sebagai salah satu negara G20 seharusnya dilibatkan dalam pengambilan keputusan internasional.

Hal tersebut disampaikan Dubes Galuzin di Kantor Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah di Jakarta, Selasa, untuk menanggapi peran G7 (AS, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Prancis) dalam pembahasan dan pengambilan keputusan yang menyangkut masalah internasional.

"Masalah yang sangat penting seharusnya dibahas dan diputuskan dalam mekanisme yang lebih luas, seperti G20, di mana Indonesia, India, Tiongkok, Brasil, Afrika Selatan, Turki dan negara lainnya dapat berpartisipasi," kata dia.

Dubes Galuzin menambahkan Rusia menganggap G7 merupakan format yang kuno dan kelompok tersebut sebenarnya tidak dapat memutuskan segala hal.

Bagi Rusia, mekanisme G20 lebih pas atau tepat agai badan internasional untuk mewakili kepentingan global karena tidak hanya perwakilan negara maju, namun juga negara-negara yang sedang tumbuh ("emerging countries") yang berada di dalamnya.

"G7 adalah suatu institusi kecil dengan anggota terbatas yang beberapa di antaranya mengklaim lebih demokratis dibandingkan negara lain, padahal sebenarnya tidak," kata Galuzin.

Oleh sebab itu pula, Galuzin mengatakan Rusia tidak terlalu menghiraukan sanksi yang diberikan G7 dan menyatakan telah melakukan balasan terhadap keputusan itu.

Dalam pertemuan terakhir di Bavaria, Jerman, Senin lalu, kelompok G7 memutuskan akan meningkatkan sanksi bagi Rusia jika negara tersebut tetap melakukan intervensi terhadap Ukraina.

Dubes Galuzin menanggapi pemberian sanksi G7 terhadap Rusia sebagai bumerang terhadap ekonomi negara-negara Barat, termasuk Uni Eropa.

"Tentu saja sanksi ini tidak menyenangkan bagi Rusia, namun di saat yang sama sanksi ini adalah bumerang bagi ekonomi Barat, karena Rusia merespon sanksi tersebut dengan melakukan balasan," kata dia.

Galuzin mencontohkan Rusia telah memberlakukan larangan impor produk makanan dan pertanian dari AS, UE dan negara-negara lain yang bergabung dalam pemberian sanksi kepada negara Beruang Merah tersebut.

"Karena sanksi yang ilegal tersebut, Rusia harus melakukan hal yang sama, dan kini, petani dan industri mereka mengalami kerugian yang besar hingga belasan juta Euro. Siapa yang untung? Tidak ada," kata dia.

Pewarta: A Fitriyanti
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015