New York (ANTARA News) - Harga minyak dunia melonjak pada Selasa (Rabu pagi WIB), karena para pedagang bersiap untuk laporan persediaan minyak mentah AS yang "bullish" dan pemerintah menurunkan proyeksinya untuk produksi Amerika pada paruh kedua 2015.

Patokan AS, minyak mentah light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Juli, naik dua dolar AS menjadi ditutup pada 60,14 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange, lapor AFP dan Xinhua.

Patokan Eropa, minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman Juli, bertambah 2,19 dolar AS menjadi menetap di 64,88 dolar AS per barel di perdagangan London.

Analis memperkirakan laporan mingguan tentang persediaan energi komersial domestik AS akan menunjukkan pasokan yang lebih rendah pada Rabu, sebuah tanda pasar yang lebih ketat.

"Saya pikir kita akan melihat persediaan turun," kata Carl Larry, konsultan untuk Frost & Sullivan di Houston. "Ini akan menjaga momentum kenaikan (pada harga)."

Kenaikan Selasa adalah "sedikit lari sebelum dimulai," tambah Larry.

Sementara itu, dalam prospek energi jangka pendeknya pada Selasa, Departemen Energi AS (DoE) mengatakan produksi minyak AS berdiri pada tingkat 9,6 juta barel per hari pada Mei, tetapi itu diperkirakan "secara umum menurun" hingga awal 2016.

DoE memproyeksikan rata-rata produksi minyak mentah AS 9,4 juta barel per hari pada 2015 dan 9,3 juta barel per hari pada 2016.

Untuk pekan yang berakhir 29 Mei persediaan minyak mentah AS turun 1,9 juta barel menjadi 477,4 juta barel, 87,9 juta barel lebih tinggi dari setahun sebelumnya.

Persediaan di Cushing, Oklahoma, titik pengiriman untuk kontrak AS kehilangan 980.000 barel menjadi 59,03 juta barel. Produksi minyak mentah AS bertambah 20.000 barel menjadi 9,586 juta barel per hari selama minggu tersebut.

Harga minyak telah berfluktuasi sejak Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) pekan lalu mempertahankan pagu produksi tidak berubah, mengabaikan desakan untuk memangkas produksinya setelah terjadi penurunan besar dalam harga minyak mentah selama setahun terakhir.

Para analis juga mengutip data yang menunjukkan inflasi Tiongkok turun menjadi 1,2 persen pada Mei. Data inflasi lemah menunjukkan yang terbaru untuk menunjukkan ekonomi nomor dua dunia itu sedang melambat, berpotensi mendorong stimulus moneter lebih lanjut.

(Uu.A026)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015