Jakarta (ANTARA News) - Bila umumnya pagelaran wayang urban berpadu dengan disiplin seni panggung lainnya, seperti teater, musik dan tari, namun kali ini justru melibatkan aksi pencak silat di dalamnya. Berdurasi sekitar satu setengah jam.

Pagelaran mahakarya wayang urban "Sumantri dan Sukrasana" yang dipentaskan Rabu (10/6) di Taman Ismail Marzuki (TIM) itu menampilkan aksi silat dari pesilat Yayan Ruhiyan selama beberapa menit.

Dalam durasi beberapa menit itu, Yayan yang mengenakan pakaian berwarna hitam menampilkan sejumlah aksi silat tanpa senjata. 

Dalang wayang urban Sumantri Sukrasana, Nanang Hape, menyajikan kisah secara ringan dan menghibur. Ia memadankan keberagaman musik, yakni gamelan dan alat musik modern seperti drum, gitar, bass, perkusi dan keyboard.

"Ini bukan mau dibanding-bandingkan. Teman-teman yang main alat musik gamelan bisa memainkan alat musik modern, tetapi main gamelan lebih bisa," kata Nanang.

Sementara itu, sejarahwan JJ Rizal mengatakan, lakon Sumantri dan Sukrasana tergolong jarang dimunculkan dalam pagelaran wayang.

"Dari sekian banyak lakon wayang, lakon Sumantri dan Sukrasana jarang dibawakan. Padahal, menurut saya kelasnya setara dengan lakon Dewa Ruci. Dari kisah Sukrasana bisa memenuhi semua nilai-nilai yang kita anggap penting. Bagaimana cara dapatkan hidup yang baik," kata Rizal.

"Sukrasana, mahluk paling setia di muka bumi. Sukrasana sulit dicari tandingannya untuk kegigihannya pada apa yang diyakini sebagai sumber kebaikan, seperti nilai kekeluargaan, kegotong royongan," tambah dia. 

Rizal mengatakan, hal paling menarik dalam kisah Sumantri dan Sukrasana ialah saat lakon Sukrasana terbunuh.

Menurut dia, Sukrasana ibarat sumber nilai-nilai kebaikan. "Dia (Sukrasana) sarana segala macam nilai. Bagaimana kalau itu dibunuh. Apa yg terjadi pada Sumatri ketika sumber nilainya dibunuh. Seperti kehilangan sumber mata air, kering kerontang," kata dia.

Sumantri dan Sukrasana merupakan kakak beradik yang terlahir dengan rupa bertolak belakang. Sumantri terlahir sebagai pemuda berwajah tampan.

Sementara adiknya, Sukrasana, buruk rupa. Kisah bermula saat sang kakak, Sumantri harus pergi ke kota dan meninggalkan adiknya. Di kota, Sumantri berhasil didaulat menjadi abdi Prabu Harjunasasra. Ia pun diserahi tugas untuk memenangkan sayembara untuk memperistri Dewi Citrawati. Sumantri pun berhasil.

Persoalan mulai terjadi saat Sumantri merasa Prabu Harjunasasra tak layak memperistri Dewi Citrawati. Ia pun menantang sang Prabu melalui duel.

Pada sesi duel itulah, terjadi adegan silat yang menampilkan pesilat Yayan Ruhiyan bersama para pesilat lainnya.  Persoalan tak sampai di situ. Puncak cerita terjadi ketika Dewi Citrawati meminta sang suami, Prabu Harjunasasra memindahkan Taman Sriwedari, taman kesayangannya di Magada, ke Maespati dalam semalam.

Prabu menyetujui, namun memerintahkan Sumantri untuk melakukannya. Ketika Sumantri kebingungan, Sukrasana datang menyusul sang kakak dan berhasil membantunya memindahkan taman sesuai permintaan Dewi Citrawati.

Hanya saja, ketika Dewi Citrawati sedang berjalan-jalan di taman, tiba-tiba ia menjerit ketakutan karena melihat Sukrasana terselip di sela rumpun bunga. "Ada raksasa...," jeritnya. Sumantri yang merasa malu dengan rupa adiknya memerintahkan Sukrasana untuk pergi. Namun, Sukrasana menolak. "Pergi kau Sukrasana. Tempatmu bukan di sini," tutur Sumantri.

Dalam usaha menakuti Sukrasana, Sumantri merentang panah. Namun, naas, panas terlepas dan menancap di jantung Sukrasana. "Kakang Mantri," jerit Sukrasana.

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015