Pangkalpinang (ANTARA News) - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Pusat Surya Chandra Surapaty mengatakan tradisi kawin massal memicu pernikahan dini, sehingga dapat meningkatkan angka kematian ibu dan anak di daerah.

"Kami berupaya untuk meningkatkan komunikasi dan pendekatan dengan pemerintah daerah dan komponen masyarakat untuk tidak lagi mengelar tradisi kawin massal untuk menekan pernikahan usia dini," kata Surya Chandra Surapaty, usai memberikan kuliah umum kepada ratusan mahasiswa di Pangkalpinang, Sabtu.

Pada sesi tanya jawab dengan mahasiswa peserta kuliah umum tadi, kata dia, diketahui masih ada tradisi perkawinan massal di Desa Serdang Kabupaten Bangka Selatan, dimana usia pasangan atau peserta kawin massal kebanyakan berusia 20 tahun, bahkan ada yang masih berusia 15 tahun.

"Kami cukup prihatin, karena banyak peserta kawin massal di daerah tersebut yang baru tamat SMP dan SMA," ujarnya.

Menurut dia perkawinan diusia 20 tahun ke bawah sangat berbahaya, karena mereka belum siap secara fhisik dan mental untuk membina rumah tangga.

"Secara phisik mereka belum siap untuk hamil dan melahirkan, sehingga resiko kematian bayi dan ibu sangat besar sekali," ujarnya.

Secara psikologis, kata dia, mental pasangan usia dini juga belum siap untuk menghadapi berbagai masalah dalam rumah tangga, sehingga rentan terjadi perceraian dan kekerasan dalam rumah tangga.

"Kami berharap para orang tua tidak lagi menikahkan anaknya di usia 20 tahun ke bawah, karena sangat membahayakan kesehatan anaknya," ujarnya.

Untuk itu, kata dia, diharapkan pemerintah daerah tidak lagi mengelar tradisi kawin massal yang melibatkan pasangan remaja, karena menjadi beban pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

"Kami berharap pemerintah daerah lebih mendorong pendidikan generasi muda, agar mereka bisa berprestasi dan berperan dalam pembangunan daerah ini," ujarnya.

Pewarta: Aprionis
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2015