Jakarta (ANTARA News) - World Wide Foundation (WWF) Indonesia menjalin kerja sama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam menetapkan kebijakan dasar guna mengimplementasikan rencana aksi nasional untuk pengelolaan hiu dan pari di Indonesia secara berkelanjutan.

"WWF-Indonesia siap untuk terus bekerja sama dengan pemerintah dan para ahli dalam meningkatkan upaya pengelolaan hiu dan pari di Indonesia," kata Direktur Program Coral Triangle WWF-Indonesia Agus Dermawan dalam rilis WWF-Indonesia yang diterima di Jakarta, Sabtu.

Menurut Agus Dermawan, kedua spesies tersebut berperan penting dalam menjaga kesehatan ekosistem laut dan memastikan laut tetap produktif memberikan kontribusi untuk ketahanan pangan dari sektor perikanan.

Hiu dan pari banyak diburu sebagai tangkapan utama maupun tangkapan sampingan ("bycatch") di beberapa lokasi di Indonesia seperti Laut Jawa, Selat Karimata, Selat Makassar, serta dekat Samudera Hindia, Laut Tiongkok Selatan dan Samudera Pasifik.

Kedua ikan bertulang rawan tersebut ditangkap dan dijadikan komoditi berkeuntungan besar. Hiu diburu untuk sirip, daging, kulit, minyak hati, dan tulang rawannya, sementara pari diambil insangnya untuk dimanfaatkan sebagai bahan tonik kesehatan di Tiongkok.

Untuk itu, upaya pengelolaan hiu dan pari harus dijalankan secara berkelanjutan demi menjaga produktivitas laut dalam menyediakan sumber pangan dari sektor perikanan.

Selain itu, aspek keterlacakan atau asal mula (traceability) untuk produk hiu dan pari beserta turunannya juga berperan penting dalam mendukung upaya pengelolaan berkelanjutan hiu dan pari di Indonesia.

Sementara itu, Direktur Kawasan Konservasi dan Jenis Ikan KKP Agus Dermawan mengemukakan berbagai pihak terkait memiliki pekerjaan rumah yang besar dalam menjaga bumi dan segala isinya, termasuk ikan hiu dan pari.

"Namun pekerjaan rumah tersebut tidak dapat dilakukan secara individual. Oleh karena itu, para peneliti dan hasil-hasil penelitiannya memiliki peranan penting dalam upaya konservasi hiu dan pari di Indonesia," kata Agus.

Sebelumnya, KKP memperkuat sistem "tracebility" (keterlacakan) hasil tangkapan perikanan dengan memperbanyak jumlah sumber daya manusia dan penggunaan teknologi sebagai upaya pemberantasan pencurian ikan di kawasan perairan Indonesia.

"Ekspor atau eksploitasi ikan dari Indonesia saat ini sudah didukung dengan kita perkenalkan aturan dalam negeri terkait tracebility yang merupakan salah satu pilar utama perikanan kita," kata Plh Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP Narmoko Prasmadji dalam konferensi pers di KKP, Jakarta, Kamis (4/6).

Menurut Narmoko, dukungan terhadap penguatan sistem keterlacakan terhadap komoditas perikanan yang ditangkap di kawasan perikanan Indonesia antara lain dengan upaya menciptakan observer yang merupakan elemen SDM penting dalam keterlacakan.

Observer adalah petugas aparat pencatat di dalam kapal penangkap ikan yang mencatat hasil perikanan di kapal tersebut. Kebutuhan untuk observer secara nasional saat ini diperkirakan mencapai sekitar 800 orang.

Selain observer yang ikut berada di dalam kapal tangkap, elemen SDM penting lainnya dalam keterlacakan hasil tangkapan ikan adalah enumerator yang bertugas memverifikasi di pelabuhan pendaratan ikan.

Pewarta: Muhammad Razi Rahman
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2015