Jakata (ANTARA News) - Bulan Ramadhan adalah bulan berkah yang dinanti-nanti kedatangannya setiap tahun. Namun, biasanya ibu-ibu rumah tangga justru harus memutar otak dan berpikir ekstra untuk mengatur keuangannya karena di bulan itu keuangan keluarga sering kebobolan.

Tradisi makan pada bulan puasa yang mensyaratkan hidangan istimewa, belum lagi kenaikan harga saat puasa dan persiapan mudik membuat banyak keuangan keluarga di Indonesia kacau.

Untuk itu, perencana keuangan Islami Febiola Aryanti menyarankan agar manajemen keuangan untuk menghadapi Bulan Ramadhan dan Lebaran dilakukan jauh-jauh hari.

"Idealnya sih dilakukan persiapan dua hingga tiga bulan sebelumnya, sehingga kita tahu pos pos mana yang bisa dibelanjakan dan pos mana yang tidak. Persiapan keuangan untuk tahun ini sangatlah penting mengingat ada tiga peristiwa penting yang harus diantisipasi; Ramadhan, tahun ajaran baru sekolah dan Lebaran," kata Febiola di Jakarta, Senin.

Belum lagi, saat ini kondisi perekonomian Indonesia sedang mengalami penurunan. Pada kuartal satu, kata Febiola, perekonomian Indonesia sedang mengalami kontraksi.

"Kalau kontraksi terus berlanjut sampai kuartal kedua maka akan banyak keluarga yang turun kelas. Tahun lalu kita bisa berbangga banyak tumbuh keluarga kelas menengah, tapi tahun ini kalau tidak berhati-hati kita bisa turun kelas," katanya.

Febiola menambahkan, untuk mengatur keuangan menghadapi Ramadhan, sebaiknya dimulai dari membuat catatan keuangan untuk mengetahui pengeluaran dan pemasukan.

"Contohnya, untuk kegiatan mudik, harus didefinisikan kegiatan apa yang ingin kita lakukan. Kita buat daftarnya. Cadangkan anggaran didapat dari mana dan akan dikeluarkan untuk apa. Nah di situ kita harus taat anggaran. Seringnya kan keuangan pasca-lebaran porak poranda karena kita sering tidak taat anggaran," kata Febiola.

Sementara untuk puasa, Febiola menyarankan agar keluarga melakukan definisi kebiasaan pola konsumsi.

"Contoh harga-harga kebutuhan pokok yang naik kan gak bisa kita apa-apakan lagi, nah di situ kita bisa atur konsumsi, pilih konsumsi. Sesuaikan pola konsumsi kita dengan sunnah, sunnah menganjurkan kita untuk tidak berlebihan," katanya.

Febiola menganjurkan agar menerapkan skala prioritas dengan mendahulukan kepentingan yang lebih urgen agar keuangan tetap sehat selama Ramadhan dan Lebaran.

"Asumsinya kebutugan anak sekolah kan sudah direncanakan sebelumnya, kalau dana tidak cukup ya harus dipilih skala prioritas, ekstrimnya ya tahun ini tidak usah mudik, misalnya. Perncanaan keuangan tidak bisa one shot, untuk Ramadhan, setidaknya sudah direncanakan tiga bulan sbelumnya," katanya.

Sebaiknya sumber anggaran yang digunakan untuk keperluan belanja dan mudik Lebaran, menurut Febiola, adalah murni uang THR.

"Kalau punya THR, untuk kebutuhan Idul Fitri gunakan THR saja. Kalau kurang , penuhi dengan pemasukan lain. Jangan sampai prioritas kacau, memakai uang tabungan atau berhutang," katanya.

Menurut Febriola, satu hal yang harus dihindari dalam merencanakan keuangan saat Ramadhan dan Lebaran adalah melakukan hal-hal yang di luar kemampuan finansial.

Febiola menegaskan jangan menjadikan tradisi saat puasa dan lebaran sebagai suatu keharusan.

"Tradisi baju baru, tidak harus selalu pakai baju baru. Tradisi menghidangkan makanan istimewa saat berbuka puasa? kalau punya anak-anak yang masih belajar puasa bolehlah dikasih reward makanan istimewa saat buka, tapi kalau untuk anak yang sudah besar, ini justru waktu yang baik untuk ajarkan anak empati dengan menyantap makanan seadanya agar anak-anak menjadi lebih memperhatikan nasib orang-orang yang kurang beruntung," katanya.

Ramadhan, kata Febiola adalah saat yang tepat untuk melakukan muhasabah keuangan.

"Hisab harta kita, diperoleh dari mana dan akan dibelanjakan ke mana. Ini saat yang tepat mencatat pengeluaran dan mereview untuk pos makan berapa, pos minum berapa, pos transpor berapa dan sedekah berapa. Sedekah juga harus ditulis karena kadang kita suka pakai perasaan kalau soal sedekah, jangan-jangan sedekah yang dikeluarkan lebih sedikit dari pada jajan," katanya.

Pewarta: Ida Nurcahyani
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2015