Jakarta (ANTARA News) - Presiden Jokowi marah besar saat melakukan kunjungan kerja ke Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, 17 Juni 2015, karena masih lamanya waktu tunggu bongkar muat di pelabuhan atau "dwelling time" di pelabuhan terbesar di Indonesia tersebut.

Bahkan Presiden Joko Widodo mengancam mencopot para menteri dan jajaran terkait jika tidak bisa menurunkan "dwelling time". "Dwelling time" merupakan waktu yang dibutuhkan sejak kontainer dibongkar dari kapal sampai dengan keluar dari kawasan pelabuhan.

Saat itu Presiden menanyakan instansi mana yang paling lama dalam penanganan barang di pelabuhan, namun tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan.

"Bertanya tidak ada jawabannya dan akan saya cari sendiri jawabannya, dengan cara saya sendiri. Kalau sulit bisa saja Dirjennya saya copot, pelaku di lapangan saya copot, bisa juga menterinya yang saya copot," kata Presiden saat mengumpulkan para pejabat terkait di ruang kontrol Pelabuhan Tanjung Priok.

Dalam pertemuan tersebut, di antaranya hadir Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Indroyono Soesilo, Dirjen Perhubungan Laut Bobby Mamahit, Direktur Utama PT Pelindo II RJ Lino dan beberapa pejabat terkait lainnya.

Wajar jika Presiden marah karena waktu tunggu tersebut termasuk yang paling lama di negara-negara ASEAN. Padahal Indonesia harus bersaing dengan negara-negara lain. Saat ini dwelling time baru mencapai 5,5 hari dari target 4,7 hari. Banyak kerugian yang harus diterima pengusaha jika "dwelling time" lama. Selain kerugian biaya juga tentu waktu yang lama. Investor pun tentu makin enggan berinvestasi di Indonesia.

"Negara lain sudah bisa sehari saja, kita masih 4, 5, 7 hari, itu harus dijelaskan," kata Presiden.

"Saya hanya ingin kita bisa mendekatinya, tidak usah menyamai dwelling time negara-negara tetangga," harapnya.

Presiden menegaskan bahwa kondisi seperti ini sudah lama terjadi dan ketidakefesienan tersebut membuat kerugian mendekati Rp780 triliun.

Tak pelak kemarahan tersebut membuat banyak pihak dan menteri bak kebakaran jenggot. Mereka langsung bergerak dan berkoordinasi untuk menyelesaikan masalah tersebut. Namun di lain pihak juga ada yang membantah sebagai yang bertanggung jawab dalam masalah tersebut.

Delapan Menteri

Direktur Utama Pelindo II RJ Lino mengatakan penyebab masih lamanya "dwelling time" karena delapan kementerian terkait belum tersambung. Dia mengungkapkan bahwa kedelapan kementerian tersebut tidak tersambung sehingga menyebabkan tidak tercapainya target "dwelling time". Karena itu harus ada pemaksaan terhadap kedelapan kementerian.

Dia juga mengatakan bahwa Pelindo sudah memiliki sistem untuk mempercepat "dwelling time", namun sistem tersebut hingga saat ini tidak jalan.

Dirut Pelindo II ini juga mengungkapkan bahwa pihaknya sudah menyiapkan ruangan untuk ditempati delapan kementerian tersebut, namun hanya dari perdagangan dan karantina saja yang ada.

"Harusnya kan ada delapan instansi di sini. Coba lihat, bagaimana ini, yang stand by cuma dua, dari perdagangan sama karantina. Di sini kan harusnya ruang koordinasi, kalau cuma dua ini bagaimana bisa koordinasi," katanya.

Bea Cukai juga membantah sebagai salah satu pihak yang menjadi penyebab. "Peran kami (Bea Cukai) ada pada tahap custom clearance, dimana prosesnya hanya memakan waktu rata-rata 0,6 hari, dari waktu dwelling time yang berlangsung selama 5,5 hari," ujar Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Bea dan Cukai Supraptono.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Bea dan Cukai pada Juni 2015, penanganan proses impor barang di Pelabuhan Tanjung Priok membutuhkan waktu sebagi berikut, "precustoms clearance" selama 3,6 hari, dilanjutkan dengan "customs clearance" selama 0,6 hari, kemudian yang terakhir adalah "post customs clearance" selama 1,3 hari.

Terkait dengan tahap-tahap tersebut, Supraptono mengatakan jajarannya bertugas pada "custom clearance" yang mencakup penyerahan dokumen Pemberitahuan Impor Barang dan Dokumen Pelengkap Pabean, pemeriksaan fisik, serta monitoring penarikan kontainer.

Semua tugas tersebut, menurut dia, dapat diselesaikan dalam waktu 0,6 hari, karena sejumlah perbaikan telah dilaksanakan pihaknya untuk mencapai target "dwelling time" yang ditetapkan pemerintah, yaitu 4,7 hari.

Langkah

Satu hari setelah kemarahan Jokowi, kementerian yang bertanggung jawab terhadap "dwelling time" pun langsung mengadakan pertemuan-pertemuan untuk meningkatkan koordinasi. Menteri Perdagangan Rachmat Gobel, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan, dan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Indroyono Soesilo berkoordinasi untuk memperbaiki "dwelling time".

"Sebagai tindak lanjut kunjungan Bapak Presiden Joko Widodo kemarin, kami sudah siapkan dua langkah," kata Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Indroyono Soesilo.

Dalam rapat koordinasi di Kantor Kemenko Kemaritiman, Indroyono mengatakan dua langkah itu yakni memperkuat sistem layanan online serta memperbaiki sistem perizinan di sektor perdagangan dan perhubungan.

Indroyono mengatakan pihaknya akan memperkuat sistem online untuk memonitor waktu bongkar muat kapal melalui situs www.dwelling.indonesiaport.co.id yang bisa diakses masyarakat.

Melalui situs itu pula, masyarakat bisa memonitor langsung waktu bongkar muat kapal dalam hitungan jam, hari, bulan hingga tahunan. "Gunanya supaya pelayanan bisa lebih cepat," katanya.

Ada pun terkait masalah di sektor perdagangan dan perhubungan, pemerintah mengimbau pelaku usaha impor untuk melengkapi izin sebelum barang diberangkatkan ke Indonesia.

Menteri Perdagangan Rachmat Gobel mengatakan pihaknya akan mensosialisasikan aturan tersebut hingga ke media cetak.

"Sebetulnya tidak sedikit importir yang saat masuk pelabuhan baru mengurus izinnya, itu yang jadi memperpanjang dwelling time," kata Rachmat.

Sementara Menteri Perhubungan Ignasius Jonan berharap Presiden Joko Widodo bisa menandatangani Keputusan Presiden (Keppres) yang menyetujui Otoritas Pelabuhan menjadi koordinator pelayanan pelabuhan agar bisa mengurangi "dwelling time".

"Kami usulkan kepada Pak Menko Kemaritiman, Pak Presiden, agar ada Keppres atau apapun itu yang menyetujui Otoritas Pelabuhan jadi koordinator 18 kementerian/lembaga di pelabuhan," kata Jonan seusai rapat koordinasi mengenai "dwelling time" tersebut.

Menurut dia, dalam UU Pelayaran, Otoritas Pelabuhan di bawah Menteri Perhubungan merupakan koordinator dari semua kegiatan di pelabuhan. Dengan Keppres tersebut, Jonan berharap koordinasi masalah kepelabuhan bisa diselesaikan di bawah satu atap, termasuk masalah dwelling time.

"Kalau misalnya koordinasi begini, kan naik turun (dwelling time-nya)," ujarnya.

Lebih lanjut, ia menjelaskan, meski membawahi 18 kementerian lembaga yang terkait dengan sektor pelabuhan, hanya sekitar setengahnya saja yang benar-benar berkecimpung langsung di wilayah pelabuhan.

Kementerian/lembaga itu yakni Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian ESDM, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Badan Karantina Kementerian Pertanian, Badan Karantina Kementerian Kelautan dan Perikanan, BPOM dan Kementerian Kesehatan.

Kementerian Perhubungan sendiri mencatat waktu bongkar muat kapal (dwelling time) pada Juni 2015 sekitar 5,5 hari. Sementara target pemerintah adalah 4,7 hari dengan rincian pre clearance custom atau pra pabean 2,7 hari, clearance custom atau pabean 0,5 hari dan post clearance custom 1,5 hari.

Oleh Unggul Tri Ratomo
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015