Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah meminta pemerintah tidak mendatangkan pekerja kasar atau kuli dari luar negeri untuk peluang kerja di dalam negeri.

Fahri kepada pers di Jakarta, Senin, menyayangkan Kementerian Tenaga Kerja yang mengizinkan pekerja kasar dari luar negeri terutama dari Tiongkok untuk bekerja di Indonesia.

Ia pun mempertanyakan sikap Menaker Hanif Dhakiri karena di saat jumlah pengangguran dan PHK meningkat di Indonesia karena perekomomian yang tidak menentu, namun justru dibuka peluang kerja kasar dari luar negeri.

"Kok bisa memudahkan pekerja kelas bawah dari asing masuk, semetara pengangguran di Indonesia tinggi. Saya dengar jumlahnya masif, dan itu tolong dilaporkan sama menaker secara resmi," katanya.

Fahri pun heran dengan msuknya tenaga kerja tanpa keahlian sementara di Indonesia sudah memiliki semuanya. "Apa ada hal yang orang Indonesia tidak bisa kerjakan ? Ini harus dijelaskan oleh menaker kenapa seperti ini dan buat sektor apa," kata Fahri.

Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) diminta meninjau kembali keberadaan tenaga kerja asing (TKA) asal Tiongkok yang bekerja di pabrik semen di Kecamatan Bayah Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, karena perilaku mereka jorok, yaitu buang air besar di sembarangan tempat.

"Kami berharap izin bekerja para TKA asal Tiongkok itu dicabut," kata Sarip, seorang tokoh masyarakat Kabupaten Lebak.

Ia mengatakan, semestinya para TKA tersebut bekerja di Indonesia dengan baik dan profesional sehingga dapat diterima masyarakat.

Kepala Bidang Pembinaan Tenaga Kerja pada Dinas Tenaga Kerja dan Sosial (Disnakersos) Kabupaten Lebak Edi Moedjarto mengatakan, saat ini jumlah warga Tiongkok yang bekerja di pabrik semen di Kecamatan Bayah tercatat 799 orang.

Pihaknya belum melakukan pengawasan untuk mengetahui izin usaha dan dokumen keimigrasian sebab sebelumnya mereka memiliki izin bekerja yang dikeluarkan oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Kepolisian RI.

"Kami setahun lalu, TKA dari Tiongkok sebanyak 799 orang dipastikan mereka jalur resmi," katanya.

Ia menyatakan, pihaknya sejauh ini belum mengetahui secara pasti masa berlaku tinggalnya sudah habis sebab jika melebihi satu tahun maka harus diperpanjang atau dikembalikan ke negara asalnya.

Pewarta: Sri Muryono
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015