Bangkok (ANTARA News) - Angkatan Laut Kerajaan Thailand sepakat membeli tiga kapal selam dari China senilai satu miliar dolar AS, kata pejabat, Kamis, yang akan menjadi kapal selam pertama kerajaan itu dalam beberapa dasawarsa, jika pembelian itu disetujui kabinet.

Kapal selam terakhir dioperasikan Thailand di perairannya 50 tahun lalu dan mereka ingin kapal baru berteknologi tinggi itu menjadi pencegah, kata kepala AL Thailand tanpa menjelaskan ancaman yang dihadapi negara pimpinan tentara itu.

"Empatbelas dari 17 anggota komite kapal selam memilih membeli kapal selam dari Tiongkok," kata Kepala Staf AL Kerajaan Thailand, Laksamana Kraisorn Chansuvanich, kepada wartawan, di Bangkok.

Belum jelas kapan kabinet bersidang untuk mempertimbangkan keputusan Angkatan Laut itu, namun jika disetujui, kapal selam itu akan mulai beroperasi dalam waktu tujuh tahun.

"Ini adalah persenjataan untuk keamanan masa depan kami. Mereka akan digunakan sebagai alat pencegahan," katanya.

Selama lebih dari satu dasawarsa pasukan Thailand bertempur melawan pemberontak Muslim etnis Melayu yang menginginkan otonomi lebih luas di provinsi bagian selatan.

Thailand juga terlibat dalam sejumlah bentrokan berdarah di perbatasan dengan Kamboja pada 2011.

Namun, tidak seperti beberapa negara tetangganya di Asia Tenggara, Thailand tidak terlibat dalam sengketa perairan dengan China di Laut China Selatan, dimana Beijing mengklaim hampir seluruh kawasan itu.

Berdasarkan atas usulan kesepakatan Thailand-Sino senilai 36 miliar baht (1 miliar dolar AS) untuk kapal selam itu, Tiongkok akan membuat tiga kapal selam baru yang dilengkapi persenjataan termasuk pelatihan bagi petugas Thailand, kata Kraisorn.

Rusia (kelas Kilo), Prancis (kelas Scorpene), Swedia (kelas Kockum buatan Saab AB), Jerman, dan Korea Selatan (kelas Chong Bo-do) juga menawarkan untuk membuat kapal selam namun tawaran China dianggap sebagai yang terbaik karena meliputi persenjataan untuk ketiga kapal selam itu, tambah dia.

Laiknya banyak produk lain, China terkenal meniru produk sejenis mulai dari sisi rancang-bangun, teknologi, dan lain sebagainya. China tidak peduli dengan itu semua. Tanpa melihat sisi kualitas, China menjual produk-produknya dengan harga murah. 

Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015