Denpasar (ANTARA News) - Parade drama gong Swastika Budaya Listibya, duta seni Kabupaten Gianyar tampil memukau penonton yang memadati panggung terbuka Ardha Candra Taman Budaya Denpasar memeriahkan Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-37 Kamis (2/7) malam.

"Pementasan tersebut melibatkan 43 seniman yang terdiri atas 18 seniman tari dan lawak serta 25 penabuh," kata pembina Drama Gong Swastika Budaya Listibya I Wayan Surata di sela pementasan tersebut.

Ia menjelaskan, sekaa drama gong tersebut dibentuk delapan tahun silam melibatkan anggota muda-mudi (seka truna) Desa Payangan, Gianyar sesuai program kegiatan kesenian memanfaatkan dana pembinaan untuk belajar seni.

Persiapan latihan pentas PKB dilakukan sejak tiga bulan sebelumnya dan penampilan kali ini merupakan yang pertama dalam kegiatan PKB.

Puluhan seniman yang memperkuat pementasan tersebut adalah anak-anak dan orang dewasa yang memiliki kesenangan dan keinginan belajar drama gong, yang sebagian besar mereka masih duduk di bangku sekolah menengah atas.

Duta seni tersebut menyuguhkan cerita tentang "Lawa Sidakep" yakni menceritakan tentang Prabu kerajaan Daha yang menggelar ritual besar di Puri sebagai saranan utamanya Lawa Sidakep, yang sangat sulit untuk diperoleh.

Atas saran Patih Agung maka diutuslah Made Jayasmara, abdi kerajaan yang berasal dari pedukuhan pudak sari untuk mencari sarana tersebut sekaligus membawakan surat kepada orang tuanya Ki Dukuh Pudak Sari.

Patih Agung yang berkeinginan untuk menyingkirkan I Made Jayasmara dari Puri Daha untuk menguasai puri dengan cara "diguna-gunai "sehingga menerima Raden Rangga Pati menjadi calon suaminya.

Kesigapan Patih Anom membuat semua rencana dapat digagalkan dan terungkapnya bahwa I Made Jayasmara adalah putra kahuripan yang sengaja menyembunyikan identitas untuk keamanan.

Lawa Sidakep adalah pustaka kehuripan yang dipakai untuk memusnahkan semua kejahatan di muka bumi dan dapat dipakai sebagai serana ritual yadnya. 

Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2015