Jakarta (ANTARA News) - Jatuhnya pesawat C-130B Hercules TNI AU selain membawa kepedihan juga menjadi momentum mengubah banyak hal, di antaranya penentuan postur pertahanan dan penganggaran.




“Ini pekerjaan rumah besar kami. Ancaman itu ada dan nyata di depan mata. Potensi ancaman dari garis batas negara yang belum selesai dengan negara tetangga, membuat pemerintah yakin bahwa benar ada potensi ancaman itu di Laut Tiongkok Selatan, dan sebagainya,” kata anggota Komisi I DPR, Tantowi Yahya. 




Berbicara dalam diskusi sistem kesenjataan alias arsenal TNI, di CSIS, Jakarta, Jumat, dia menyatakan, ada anomali dalam sistem penentuan anggaran dan postur pertahanan negara. 




Negara-negara lain, terutama yang jelas memosisikan diri terhadap potensi ancaman dari luar negaranya, terlebih dulu memetakan potensi ancaman itu baru menentukan postur pertahanan, sistem kesenjataan yang diperlukan, doktrin pertahanan, dan lain sebagainya. 




“Dari situ baru ditentukan, berapa sebetulnya dana yang diperlukan. Kita terbalik, tentukan dulu jumlah uangnya, baru diatur apa saja senjata dan sistemnya yang bisa dibeli dengan uang yang ada. Ini juga sudah waktunya kita ubah,” katanya. 




Menurut dia, hal ini sinkron dengan pemaparan calon Panglima TNI, Jenderal TNI Gatot Nurmantyo, di depan Komisi I DPR, bahwa jangan beranggapan lagi bahwa kemampuan dan pertumbuhan ekonomilah akan menentukan postur pertahanan negara. 




Justru sebaliknya, postur pertahanan yang kuat akan menentukan tingkat pertumbuhan ekonomi negara. “Kami tertarik dengan ide ini, sesuatu yang baru sama sekali,” kata Yahya. 




Jika dilihat secara jeli, kata dia, ada banyak sekali potensi ancaman dari luar negara Indonesia yang mestinya bisa dijadikan basis penentuan postur pertahanan negara. 




Dia menyebut betapa pesawat terbang Malaysia berani berulang-ulang keluar dan masuk wilayah udara kedaulatan nasional, batas laut yang belum selesai secara bilateral ataupun multilateral, dan lain sebagainya. 




Indonesia menganut konsep hubungan internasional yang bebas aktif, yang diterjemahkan dalam program kerja pemerintah sebagai tanpa potensi ancaman secara setara dari luar negara. 




Dia memberi contoh titik pijakannya, dari jenis dan tipe wahana udara negara lain yang melanggar wilayah udara Indonesia maka bisa diperkirakan kekuatan yang diperlukan untuk menghalau dan membasminya.


Pewarta: Ade P Marboen
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2015