Tunis (ANTARA News) - Presiden Tunisia Beji Caid Essebsi pada Sabtu memberlakukan keadaan darurat menyusul pembunuhan massal yang menewaskan 38 wisatawan asing dalam serangan di pantai pekan lalu, kata kantornya.

"Presiden telah memberlakukan keadaan darurat di Tunisia dan akan menyampaikan pidato pada pukul 17 waktu setempat," kata kantor Essebsi.

Keadaan darurat sebelumnya, yang memberikan kekuasaan khusus kepada polisi dan tentara, dicabut pada Maret 2014, telah berlaku sejak Presiden Zine El Abidine yang berkuasa lama digulingkan dalam suatu revolusi 2011.

Tunisia telah menghadapi peningkatan kekerasan sejak revolusi yang menewaskan puluhan personel kepolisian dan tentara.

Insiden 26 Juni di pantai merupakan serangan mematikan kedua atas para wisatawan dalam tiga bulan, menyusul perampokan atas musium nasional di Tunis yang membunuh 22 orang.

Pada Jumat, Perdana Menteri Habib Essid mengaku bahwa polisi terlalu lama merespon serangan pekan lalu oleh seorang pria di kawasan wisata pantai Port El Kantaoui dekat Sousse.

"Waktu reaksi -- ini masalahnya," kata Essid kepada BBC dalam wawancara. Polisi telah "dihalangi di mana-mana", kata dia.

Essid berbicara pada saat Ratu Inggris Elizabeth II dan Perdana Menteri David Cameron memimpin upacara mengheningkan cipta satu menit bagi para korban, 30 di antaranya warga Inggris.

Kelompok ISIS mengaku bertanggung jawab atas serangan itu oleh seorang warga Tunisia yang diidentifikasi bernama Seifeddine Rezgui (23).

Dia menyerang dengan menggunakan senjata serangan Kalashnikov dari dalam suatu payung pantai dan mengamuk di hotel Riu Imperial Marhaba yang berbintang lima.

Tiga warga Irlandia, dua warga Jerman, seorang Belgia, satu Portugis dan seorang Rusia juga terbunuh.

Pada Kamis, Tunisia mengumumkan pihaknya telah menangkap delapan orang, termasuk seorang wanita, "yang memiliki hubungan langsung" dengan serangan itu.

(Uu.SYS/B/M016/B/M016)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015