Jakarta (ANTARA News) - Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menilai wajar Bank Pembangunan Asia (ADB) menurunkan proyeksi angka pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2015 dari sebelumnya 5,5 persen menjadi 5 persen.

"Menurut saya, itu analisa yang rasional melihat kondisi terakhir dan tantangannya," katanya di Jakarta, Selasa.

Menkeu mengatakan perkiraan angka tersebut tidak jauh dari proyeksi pemerintah 5,2 persen, karena saat ini situasi perekonomian nasional sedang mengalami tekanan internal maupun eksternal yang penuh dengan dinamika.

"Jadi itu pemikiran yang konstruktif dari ADB," tambahnya.

Pemerintah memproyeksikan pada semester I-2015 pertumbuhan ekonomi berada pada kisaran 4,9 persen dan semester II-2015 bisa mencapai 5,5 persen, sehingga outlook pada akhir tahun mencapai 5,2 persen.

Sebelumnya, pemerintah telah merevisi turun pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4 persen, dari asumsi yang tercantum pada APBN-P 2015 sebesar 5,7 persen, setelah pada triwulan I perekonomian nasional hanya tercatat tumbuh 4,7 persen.

ADB dalam laporan terbarunya ikut menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dari sebelumnya 5,5 persen menjadi 5,0 persen atau dalam kisaran angka 4,8 persen hingga 5,2 persen pada 2015.

Penurunan tersebut dikarenakan tiga hal yakni lambannya realisasi program-program pemerintah, tertundanya dampak reformasi struktural ekonomi Indonesia, dan keberlanjutan pelambatan ekonomi global.

Deputy Country Director ADB Edimon Ginting mengakui lambannya eksekusi belanja modal dari pemerintah pada awal 2015, telah membuat capaian pertumbuhan ekonomi triwulan I 2015 di bawah ekspetasi yakni 4,71 persen.

Edimon memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II masih akan di bawah 5,0 persen, namun perlahan naik pada triwulan III dan IV karena stimulus dari realisasi belanja pemerintah.

Selain itu, imbas negatif jangka pendek dari reformasi struktural seperti volatilitas kenaikan harga BBM telah berpengaruh lebih besar terhadap perekonomian dibandingkan dampak positif reformasi yang memang terasa dalam jangka panjang.

Imbas positif itu seperti relokasi subsidi bahan bakar minyak untuk belanja porduktif, perbaikan peraturan perizinan investasi dan pembebasan lahan diperkirakan baru terasa pada semester II 2015 dan 2016.

Sementara, pemulihan ekonomi secara global tidak berjalan merata, dan negara-negara mitra dagang Indonesia seperti Tiongkok, Jepang, dan Amerika Serikat masih menghadapi hambatan untuk tumbuh sesuai ekspektasi.

Edimon lebih lanjut menjelaskan jika pemerintah berhasil menjaga laju reformasi struktural, Indonesia akan menikmati pertumbuhan ekonomi hingga 5,6 persen pada 2016.

Pewarta: Satyagraha
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2015