Jakarta (ANTARA News) - Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Robert Pakpahan mengatakan rencana penerbitan obligasi berdenominasi Euro (Eurobond) pada semester II-2015 masih melihat kondisi pasar keuangan Eropa.

"Ditunggu saja kondisi pasarnya, kami masih mengawasi pergerakan pasar secara hati-hati," katanya di Jakarta, Selasa.

Robert menambahkan penerbitan obligasi berdenominasi Euro tersebut tidak terlalu mendesak, mengingat pemerintah sudah mendapatkan dana pembiayaan yang memadai dari penerbitan surat utang hingga pertengahan tahun.

Salah satu penyebabnya adalah pemerintah telah menerapkan strategi penerbitan obligasi di awal (front loading) atau dominan di semester I, sebagai antisipasi penyesuaian suku bunga The Fed (Bank Sentral AS) pada semester II-2015.

"Pembiayaan sebenarnya sudah didepan, jadi tidak ada urgency. Kalau pasar lagi tidak cocok ya kita tunggu saja, apalagi kita masih punya kemewahan untuk menunggu," katanya.

Pada Juli 2014, pemerintah pernah menerbitkan Euro Bond sebesar satu miliar euro, dengan total permintaan yang masuk (total order book) pada saat itu mencapai 6,7 miliar euro atau kelebihan permintaan 6,7 kali.

Penjualan obligasi tersebut merupakan yang pertama kalinya dilakukan pemerintah di pasar keuangan internasional sebagai diversifikasi sumber pembiayaan, perluasan basis investor global dan memenuhi target pembiayaan dalam APBN.

Selain Euro Bond, pemerintah juga berencana untuk menerbitkan surat utang negara valas berdenominasi Yen atau Samurai Bond senilai satu miliar dolar AS pada 2015, setelah tahun lalu sempat tertunda penerbitannya.

Untuk sisa tahun 2015, Robert menambahkan, pemerintah bisa sedikit melonggar dan tidak perlu mengejar pencapaian target pembiayaan, karena realisasi pembiayaan dalam negeri melalui penerbitan obligasi hingga semester I sudah mendekati 70 persen.

"Kita sudah mengeksekusi 65 persen, sudah jauh kedepan. Masih ada enam bulan lagi, kami tidak ada kekhawatiran. Kalau tidak agresif pun sudah pasti dapat (targetnya). Kalau lagi bagus (pasarnya) kita ambil," katanya.

Sebelumnya, menurut laporan proyeksi pembiayaan pada semester I-2015, pemerintah memperkirakan pembiayaan dari surat berharga negara (neto) bisa mencapai Rp225,4 triliun atau 75,7 persen dari target Rp297,7 triliun.

Pewarta: Satyagraha
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2015