Jakarta (ANTARA News) - Standard Chartered Bank Indonesia memperkecil dampak kebijakan menggunakan rupiah dalam setiap transaksi yang dilakukan di dalam negeri pada nasabah dan bisnis mereka.

"Kebijakan ini dampaknya lebih banyak ke nasabah dan para pelaku transaksi di Indonesia, jadi kami berusaha membuat dampak yang seminimal mungkin terhadap bisnis mereka," ujar Executive Director, Product Menegement, Transaction Banking Standard Chartered Bank Indonesia Richard Budiono di Jakarta, Jumat.

Ia menuturkan sejak kebijakan tersebut dijalankan secara penuh pada Rabu, 1 Juli 2015, pihaknya terus menjalin komunikasi dengan dengan nasabah untuk mengetahui kebutuhan dan membantu mereka mengadopsi peraturan tersebut.

"Hingga kini kami terus berkomunikasi cukup intens dengan OJK, BI dan nasabah dalam menjalankan kebijakan itu," ujar Richard.

Sedangkan dampak kebijakan tersebut pada bisnis nasabah, tutur dia, beragam pada jenis usaha masing-masing nasabah.

Ia percaya kebijakan tersebut akan memberikan dampak positif pada perekonomian Indonesia dengan memperkuat Rupiah dan mendukung stabilitas ekonomi makro.

Sementara untuk efektivitas kebijakan tersebut, ia berpendapat kini belum dapat dinilai karena baru dijalankan.

Bank Indonesia menyatakan kewajiban penggunaan Rupiah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) mulai diimplementasikan secara penuh mulai Rabu 1 Juli 2015.

Ketentuan yang dituangkan dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 17/3/PBI/2015 tanggal 31 Maret 2015 tersebut mengatur bahwa setiap transaksi yang dilakukan di wilayah NKRI wajib menggunakan Rupiah. PBI ini merupakan pelaksanaan dari Undang-Undang No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, serta mendasarkan pada UU Bank Indonesia.

Atas dukungan Kementerian, Lembaga, Asosiasi dan Pelaku Usaha terhadap pemberlakuan PBI Kewajiban Penggunaan Rupiah itu, BI memberikan apresiasi. 

Pewarta: Dyah DA
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2015