Jakarta (ANTARA News) - Anggota Badan Pemeriksa Keuangan Agung Firman menjelaskan 10 hasil pemeriksaan lembaganya terhadap KPU terkait kesiapan penyelenggaraan Pilkada serentak terhadap entitas terkait dalam penyelenggaraannya.

"Penyediaan anggaran pilkada belum sesuai ketentuan, kegiatan pilkada serentak belum sepenuhnya dianggarkan pada APBD 2015," katanya di Ruang Pimpinan DPR RI, Gedung Nusantara III, Jakarta, Senin.

Dia menjelaskan setidaknya ada 25 pemerintah daerah yang belum menganggarkan biaya pengawasan dan biaya pengamanan dan 11 pemda belum menyediakan anggaran penyelenggaraan pilkada melalui Perda APBD.

Selain itu menurut dia, ada pula anggaran yang ditetapkan di dalam Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) yang lebih besar dari nilai yang dianggarkan di dalam APBD 2015.

"Anggaran itu meliputi delapan KPU kabupaten, satu KPU kota, sepuluh panwaslu kabupaten, dan dua panwaslu kota," ujarnya.

Dia mengatakan dari sembilan provinsi yang akan mengikuti pilkada, delapan diantaranya belum menyusun SK Gubernur secara proporsional sesuai oebutuhan dana pilkada di dalam APBD.

Agung menjelaskan pemda juga belum melakukan antisipasi anggaran untuk penghitungan dan pemungutan suara ulang, pemilihan lanjutan, dan pemilihan susulan di 218 KPU provinsi, kabupaten/kota, dan 239 panwaslu kabupaten/kota.

"Penganggaran belanja hibah belum sesuai dengan jadwal tahapan pemilihan sesuai PKPU Nomor 2/2015 pada 131 KPU provinsi dan kabupaten/kota dan 215 panwaslu kabupaten/kota," katanya.

Hasil pemeriksaan kedua menurut dia, NPHD pilkada di beberapa daerah belum ditetapkan dan belum sepenuhnya sesuai ketentuan.

Menurut Agung, ada tiga poin terkait NPHD yang masih menjadi catatan, pertama, pelaksanaan hibah pada pemda belum ditetapkan dalam NPHD antara pihak pemberi dan penerima hibah.

Dia menjelaskan, kedua, NPHD belum dilampiri pakta integritas dan belum memuat isi sesuai Permendagri.

"Untuk poin kedua, 17 KPU tingkat provinsi, dan kabupaten/kota, 26 Bawaslu provinsi, dan kabupaten/kota, dan masing-masing satu kepolisian daerah dan komando distrik militer yang belum melampirkan pakta integritas dalam NPHD," katanya.

Selanjutnya dia mengatakan, 15 KPU tingkat provinsi, dan kabupaten/kota, 14 Bawaslu provinsi, dan kabupaten/kota, serta masing satu kepolisian daerah belum melampirkan rincian penggunaan hibah dalam NPHD.

Menurut dia, dua KPU tingkat provinsi, dan kabupaten/kota, tiga Bawaslu provinsi, dan kabupaten/kota, dan satu kepolisian daerah belum melampirkan pakta integritas dan rincian penggunaan hibah dalam NPHD.

"Ketiga, ada NPHD yang tidak ditandatangani oleh kepala daerah, seperti yang terdapat pada KPU dan Panwaslu Kabupaten Bone Bolango, Kabupaten Pohuwato, dan Kabupaten Poso," ujarnya.

Hasil pemeriksaan ketiga menurut dia, rencana penggunaan anggaran hibah pilkada belum sesuai ketentuan, dari 269 KPU daerah, 100 diantaranya telah menganggarkan semua jenis biaya, dan 164 lainnya baru menganggarkan sebagian jenis biaya.

Sementara itu menurut Agung, lima KPU sisanya belum menyerahkan data anggaran yang telah dirancang.

Dia mengatakan setidaknya ada 15 jenis biaya yang wajib terdapat di KPU, yaitu honorarium dan uang lembur, barang cetak dan penggandaan, perlengkapan KPPS/TPS, pengangkutan, pelayanan administrasi, dan pembentukan PPK, PPS dan KPPS," katanya.

"Kemudian, pengamanan percetakan, penyimpanan dan pendistribusian, persiapan pemungutan suara, sosialisasi, advokasi hukum, rapat kerja, pencalonan, verifikasi dan rekapitulasi calon perseorangan, serta proses penghitungan suara," katanya.

Sementara itu dia menjelaskan dari 269 Bawaslu dan Panwaslu, 146 diantaranya telah menganggarkan semua jenis biaya, dan 92 lainnya baru menganggarkan sebagian jenis biaya. Dia mengatakan 31 Bawaslu dan Panwaslu sisanya belum menyerahkan data anggaran yang telah dirancang.

"Ada tujuh jenis biaya yang wajib ada di Bawaslu, yaitu honorarium dan uang lembur, pengadaan barang dan jasa, pelayanan administrasi perkantoran, raker/pelatihan, penyelesaian kasus, sewa gedung dan perjalanan dinas," ujarnya.

Hasil pemeriksaan keempat, rekening hibah pilkada serentak 2015 pada KPU Provinsi/Kabupaten/Kota dan Bawaslu Provinsi/Panwaslu Kabupaten/Kota belum sesuai ketentuan.

Agung mengatakan, untuk KPU, setidaknya ada 237 KPU yang sudah memiliki rekening dan sudah ada ijin Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN).

"Sedangkan, hanya 25 KPU sudah memiliki rekening tapi belum ada ijin KPPN. Tujuh sisanya tidak menyampaikan dokumen terkait pembukaan rekening penampung," ujarnya.

Sementara itu untuk Bawaslu dan Panwaslu menurut dia baru 80 bawaslu/panwaslu yang sudah memiliki rekening dan sudah ada ijin KPPN. Sedangkan, 124 bawaslu/panwaslu menurut Agung, telah memiliki rekening tapi belum ada ijin dari KPPN.

"50 bawaslu/panwaslu belum memiliki rekening penampung, enam tidak menyampaikan dokumen terkait pwmbukaan rekening karena sekretariat belum terbentuk, sembilan lainnya tidak menyampaikan dokumen terkait pembukaan rekening penampung," ujarnya.

Hasil pemeriksaan kelima, ujar Agung perhitungan biaya pengamanan pilkada serentak belum dapat diyakini kebenarannya, anggaran pengamanan yang diajukan untuk penyelenggaraan 269 pilkada mencapai Rp1,146 triliun. Dari jumlah tersebut, baru 52 persen atau sekitar Rp594 miliar yang telah disetujui.

Selain itu menurut dia, masih ada dua kepolisian daerah yang belum mengantongi persetujuan anggaran yaitu Polda Banten dan Polda Sulawesi Tengah.

"Terdapat usulan anggaran pengamanan yang nilai persetujuannya dalam NPHD di bawah 25 persen, seperti Sumatera Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tenggara, NTT dan Papua," katanya.

Terakhir menurut dia, ada perbedaan data yang diperoleh dari pihak Polri atas nilai anggaran yang telah disetujui dengan data NPHD, seperti di Kota Medan dan Kabupaten Pelalawan.

Temuan keenam, menurut dia, Bendahara PPK, pejabat pengadaan/Pokja Unit Layanan Pengadaan (ULP), dan PPHP pada Sekretariat KPU Provinsi/Kabupaten/Kota, Bawaslu Provinsi dan Panwaslu Kabupaten/Kota untuk penyelenggaraan Pilkada Serentak sebagian besar belum bersertifikat dan belum ditetapkan dengan surat keputusan.

Dari sisi kualifikasi bendahara, dia mengatakan hanya 55 KPU dan 34 bawaslu/panwaslu yang telah memiliki bendahara sesuai kualifikasi yang ditentukan.

"Sisanya 211 KPU dan 195 bawaslu/panwaslu belum memiliki sertifikat dan tidak sesuai ketentuan. Sementara, 1 KPU dan 37 bawaslu/panwaslu belum ditunjuk melalui SK," katanya.

Dia menjelaskan dari sisi kualifikasi pejabat pembuat komitmen (PPK), hanya 71 KPU dan 7 bawaslu/panwaslu yang sudah sesuai ketentuan dan mayoritas KPU, bawaslu dan panwaslu memiliki PPK yang tidak sesuai ketentuan.

Dia menambahkan, untuk kualifikasi pejabat pengadaan atau Pokja ULP, baru 162 KPU dan 29 bawaslu/panwaslu yang sudah seuai ketentuan, 82 KPU dan 57 bawaslu/panwaslu tidak sesuai ketentuan, serta 21 KPU dan 166 bawaslu/panwaslu yang belum ditunjuk melalui SK.

"178 KPU dan 156 bawaslu/panwaslu tidak sesuai ketentuan. Kemudian, 16 KPU dan 90 bawaslu/panwaslu, PPK-nya belum ditunjuk melalui SK," ujarnya.

Temuan ketujuh menurut dia, kesiapan pedoman pertanggungjawaban dan pelaporan penggunaan dana hibah belum memadai. Dia menjelaskan dari 269 KPU daerah, 203 diantaranya belum memiliki pedoman pertanggungjawaban, sementara 58 diantaranya sudah memiliki dan sisanya BPK belum mengantongi data.

"Sedangkan, dari 269 bawaslu/panwaslu, 243 diantaranya belum memiliki pedoman pertanggungjawaban, 18 sudah memiliki dan delapan tidak ada datanya," katanya.

Kedelapan, Mahkamah Konstitusi belum menetapkan prosedur operasional standar sebagai acuan dalam penyelesaian perselisihan hasil pilkada serentak 2015. Agung mengatakan, hingga kini MK belum memiliki prosedur operasional standar untuk menyelesaikan sengketa pilkada.

"Misalnya jika dari 269 pilkada serentak terdapat sengketa yang diajukan, maka MK hanya memiliki waktu 1 jam 50 menit untuk setiap perkara yang diajukan," ujarnya.

Dia mengatakan hal itu dengan perhitungan MK kerja 11 jam per hari. Artinha mereka memiliki waktu 495 jam untuk 45 hari kalender batas waktu penyelesaian sengketa.

Dia mengatakan BPK telah meminta kepada MK untuk membuat prosedur operasional standar untuk menghadapi sengketa pilkada serentak ini terutama terkait persoalan waktu penyelesaian.

"Mereka kemarin telah mengajukan dana untuk 269 pilkada. Dan MK sudah menyatakan jika mereka butuh waktu yanh lebih banyak," ujarnya.

Temuan kesembilan menurut dia, tahapan persiapan pilkada serentak belum sesuai dengan jadwal dalam peraturan KPU no 2 tahun 2015. Dia mengatakan dalam hal perencanaan program dan anggaran, 148 daerah sudah sesuai jadwal, 121 daerah terlambat.

"Kemudian dalam hal penyusunan peraturan, 169 daerah sudah sesuai jadwal, 17 daerah terlambat, 51 daerah belum terealisasi, dan 32 daerah tidak ada data," katanya.

Selanjutnya menurut dia, dalam hal sosialisasi dan penyuluhan, 158 daerah sudah sesuai jadwal, 70 daerah belum terealisasi, dan 41 daerah tidak ada data.

Dia mengatakan terkait pembentukan PPK, 205 daerah sesuai jadwal, 39 daerah terlambat, 11 daerah belum terealisasi dan 14 daerah tidak ada data.

Sementara itu menurutt dia, untuk pembentukan PPS, 190 daerah sesuai jadwal, 50 daerah terlambat, 15 daerah belum terealisasi dan 14 daerah tidak ada data.

"Temuan kesepuluh, pembentukan panitia adhoc tidak sesuai ketentuan," katanya.

Agung menjelaskan, dari 269 PPK, panitia pemungutan suara (PPS), panwaslu kabupaten/kota, dan panwaslu kecamatan, baru 205 PPK dan 190 PPS yang proses pembentukannya sesuai jadwal. Sementara itu menurut dia, 39 PPK, 50 PPS, 258 panwaslu kabupaten/kota dan 187 panwaslu kecamatan terlambat.

Dia mengatakan 11 PPK, 15 PPS, 11 panwaslu kabupaten/kota dan 79 panwaslu kecamatan belum terealisasi dan sisanya, untuk keempat sektor itu BPK belum memperoleh datanya.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015