Pengembangan potensi sumber daya air berjalan dengan lancar"
Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Republik Indonesia menerbitkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2015 tentang Pembelian Tenaga Listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Air dengan Kapasitas hingga 10 Megawatt oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero).

"Undang-undang energi mengamanahkan kita agar kita semua perlu mengembangkan mempercepat pengembangan energi terbarukan sesuai dengan keekonomiannya," kata Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Rida Mulyana dalam peluncuran Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2015 di Jakarta, Senin.

Untuk itu, ia mengatakan penerbitan Permen tersebut merupakan salah satu momentum untuk mempercepat energi terbarukan sesuai dengan keekonomiannya.

Ia mengatakan Permen itu akan mendorong pengembang pembangkit listrik tenaga air (PLTA) yang berkomitmen penuh untuk mengembangkan energi terbarukan.

"Saya inginnya yang menggunakan permen ini benar-benar yang serius dan mau membuat listrik bukan hanya benefit thok (saja)," ujarnya.

Ia mengatakan selama ini pengembangan energi terbarukan terkendala oleh sejumlah hal antara lain tarif listrik, komitmen pengembang dan juga sinergitas pusat dan daerah yang belum terbangun kuat.

Melalui permen tersebut, lanjutnya, pengembang atau pengusaha mendapatkan harga yang menarik dan pemerintah memperoleh komitmen penuh dari pengembang sehingga tidak ada lagi pengusaha yang memperoleh izin tapi lambat menjalankan komitmen pengembangan energi terbarukan dengan menggunakan potensi air.

Ia mengatakan pihaknya menyayangkan adanya PLTA yang mangkrak. Ia mengatakan dari 1992 hingga saat ini, ada 256 PLTA yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia yang tidak berjalan optimal dan menghasilkan listrik bagi bangsa.

Untuk itu, permen tersebut memberikan tarif yang menarik dan membuat pengusaha menjalankan komitmen sesuai dengan kemampuan.

Ia mengatakan pengembangan energi terbarukan perlu mendapat insentif karena beberapa hal, yakni bukan barang yang mudah diperdagangkan, menggunakan sumber daya yang dapat diperbarui, ramah lingkungan dengan potensi yang besar.

"Pada umumnya energi terbarukan, dia layak mendapatkan insentif karena sifatnya institut, dia hanya bisa dimanfaatkan di situ tidak dapat ditransfer ke tempat lain, bukan barang tradable," ujarnya.

Ia mengatakan banyak pemerintah daerah yang bertindak kooperatif dan akomodatif namun ada juga beberapa yang bertindak sebaliknya terutama untuk perizinan lokasi.

Untuk itu, ia mengatakan sinergitas antara pemerintah pusat dan daerah perlu diperkuat untuk memudahkan masuknya investasi dalam mempercepat pengembangan energi terbarukan.

"Pengembangan potensi sumber daya air berjalan dengan lancar," tuturnya.

Direktur Aneka Energi Baru dan Terbarukan Kementerian ESDM Maritje Hutapea mengatakan permen tersebut mengakomodasi baik kepentingan pengusaha atau pengembang maupun pemerintah.

"Bagi pengembang, sistem tarifnya sangat menarik dan bagi pemerintah ada jaminan bahwa PLTA akan semakin besar lagi.

"Karena kami Dirjen (Direktort Jenderal) EBTKE ini kan tugasnya untuk bagaimaan meng-encourage (mendorong) seluruh stakeholders (pemangku kepentingan) untuk bisa mengembangakan energi terbarukan," katanya.

Salah satu pengembang PLTA Sujana Sulaeman mengapresiasi pemerintah atas penerbitan permen tersebut. Selain harganya yang menarik, di mana harga pembelian tenaga listrik dari PLTA sebelumnya Rp880/kWh, namun berdasarkan permen tersebut naik menjadi Rp1.200/kWh untuk satu hingga delapan bulan operasinya.

"Dengan peraturan ini bisa mencegah pengembang-pengembang dalam tanda kutip nakal gitu ya hanya memperjualbelikan izin gitu gak akan ada, ini mesti yang serius karena harus menaruh deposito 5 persen dari investasi, dengan permen ini membuat semua pengembang harus disiplin," ujarnya.

Saat ini, Sujana mengatakan pihaknya mengembangkan dua PLTA yakni PLTA Cikotok dan Cibareno di Kabupaten Lebak, Banten.

Ia mengatakan kapasitas listrik dari PLTA Cikotok sebesar 4,2 Megawatt namun belum komersial dan diperkirakan mulai dapat komersial pada Agustus.

Sedangkan PLTA Cibareno I masih dalam tahap pembangunan dengan sisa pekerjaan yang harus diseesaikan sebesar 50 persen. PLTA itu memiliki kapasitas listrik sebesar 5 Megawatt.

Berdasarkan permen tersebut, harga pembelian tenaga listrik dari PLTA yang memanfaatkan tenaga dari waduk atau bendungan atau saluran irigasi yang pembangunannya bersifat multiguna dengan kapasitas sampai 10 Megawatt adalah untuk PLTA dengan tegangan menengah sampai 10 Megawatt diberikan tarif 10,80 sen dolar AS/kWh untuk tahun ke-1 hingga ke-8, sedangkan untuk tahun ke-9 hingga ke-20 diberikan tarif 6,75 sen dolar AS/kWh.

Sementara, untuk tegangan rendah sampai dengan 250 kilowatt diberikan tarif 13,00 sen dolar AS untuk tahun ke-1 hingga tahun ke-8 saat pembangkit mulai beroperasi, dan 8,10 sen dolar AS untuk tahun ke-9 hingga tahun ke-20.

Sedangkan, harga pembelian tenaga listrik dari PLTA yang memanfaatkan tenaga dari aliran/terjunan air di sungai dengan kapasitas sampai 10 Megawatt adalah untuk tegangan menengah diberikan tarif 12,00 sen dolar AS atau Rp1200 per kWh dalam tahun ke-1 hingga ke-8.

Selanjutnya, untuk tegangan rendah diberikan tarif 14,40 sen dolar AS/kWh dan 9,00 sen dolar AS/kWh untuk tahun ke-9 hingga tahun ke-20.

Selain itu, PLTA juga memberikan deposito sebesar 5 persen dari total investasi pembangunan PLTA dalam jangka waktu paling lambat 30 hari kerja sejak tanggal penetapan badan usaha sebagai pengelola tenaga air untuk pembangkit listrik.

Seperti yang tercantum dalam permen tersebut pada BAB II tentang Harga Pembelian Tenaga Listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Air dengan Kapasitas sampai dengan 10 Megawatt pasal 9 menyatakan setelah 30 hari kerja badan usaha tidak dapat menyampaikan sertifikat deposito tersebut maka penetapannya sebagai pengelola tenaga air untuk pembangkit listrik akan dicabut oleh Direktorat Jenderal EBTKE atas nama Menteri ESDM.

Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2015