... ada hari raya, kunjungan itu berjalan dengan sendirinya, tanpa memandang perbedaan agama...
Jakarta (ANTARA News) – Hari besar agama dapat menjadi suatu peristiwa untuk mempererat kerukunan antarumat beragama. Di tataran umat, memelihara kerukungan antarumat beragama itu bisa dengan cara mudah dan sederhana, dengan dilatari niat yang tulus dan penuh kasih. 

Nining (56), yang sedang merayakan Lebaran, menjamu kunjugan keluarga besarnya, di antaranya yang berbeda keyakinan dengan dirinya. “Bersyukur kami saling menghormati, menghargai, menjaga,” kata ibu rumah tangga itu.

Perempuan paruh baya itu bercerita memang beberapa anggota keluarga besarnya tidak menganut keyakinan yang sama dengan dirinya. Ia pun terbiasa menerima kunjungan seperti itu sejak ia kecil. “Tidak ada masalah,” kata dia.

Ellen Pelupessy, salah satu keluarga Nining yang berkunjung, berpendapat kunjungan kepada orang lain yang sedang merayakan hari besar agamanya juga cara menjaga ikatan kekeluargaan, kekerabatan, persaudaraan dan juga ikatan sosial.

“Ketika ada hari raya, kunjungan itu berjalan dengan sendirinya, tanpa memandang perbedaan agama,” kata dia.

Ditemani berbagai kue buatan sendiri, mereka biasanya bertukar kabar setelah beberapa waktu tidak bisa bertemu karena kesibukan masing-masing.

Merayakan kebersamaan bersama keluarga saat Lebaran juga dirasakan Yashinta (24) yang menganut agama Katolik. “Pasti saling mengucap maaf lahir batin, juga satu sama lain,” kata dia.

Sebagai bagian dari keluarga besarnya, Yashinta mengatakan ia menikmati dan merayakan Lebaran sebagai ajang silaturahim dan kumpul keluarga. “Paham dan menghormati pilihan masing-masing,” kata dia.

Menurut dia, semua agama pada dasarnya mengajarkan kebaikan dan perlu kesediaan untuk menghormati dan menghargai pilihan masing-masing.

Dihubungi terpisah, Sekretaris Eksekutif Komisi Keadilan Perdamaian dan Pastoral Migran Perantau Konferens Waligereja Indonesia, Romo Siswantoko, mengatakan, kerukunan antarumat beragama saat hari raya dapat dilakukan dengan cara yang sederhana.

Misalnya  turut berpartisipasi menjaga parker tempat ibadah yang sedang menyelenggarakan kegiatan agama.
“Atau turut menjaga takbiran supaya tertib,” kata dia.

Ia menambahkan salah satu contoh nyata dan sangat sederhana adalah saling berbagi lahan parkir antara Gereja Katedral Jakarta dengan mesjid Istiqlal.

Ketika lapangan parkir mesjid Istiqlal tidak bisa menampung kendaraan para jamaah yang hendak melaksanakan salat Idul Fitri, mereka dapat menggunakan lahan parkir Katedral.

Begitu pula sebaliknya, ketika misa Natal berlangsung, pengurus mesjid Istiqlal mempersilakan jemaat Katedral untuk parkir di lahannya.

Humas dan Protokoler Mesjid Istiqlal, Abu Hurairah Abdul Salam, mengatakan, kebiasaan berbagi parkir seperti itu sudah berlangsung sejak lama.

Bentuk kebersamaan lainnya yang mereka jalankan misalnya, lanjut Abu, ketika ada tamu yang mengunjungi mesjid ingin diantar ke Katedral, ia tidak segan mengaturnya, maupun sebaliknya.

Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015