Sayang timing-nya terlambat untuk mengoptimalkan belanja infrastruktur itu."
Jakarta (ANTARA News) - Indonesia pertumbuhan ekonominya pada triwulan III berpeluang tumbuh di atas 5,0 persen, jika realisasi belanja pemerintah optimal, kata ekonom Standard Chartered Bank, Eric Sugandi.

"Realisasi program pemerintah itu akan mendorong stimulus bagi perekonomian dengan meningkatnya jumlah lapangan kerja. Itu yang bisa memulihkan konsumsi," ujarnya, saat dihubungi di Jakarta, Selasa.

Sepanjang semester I, menurut dia, konsumsi domestik, baik konsumsi swasta maupun konsumsi rumah tangga masih lesu.

Jika rencana Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) untuk mempercepat eksekusi program dan proyek-proyek infrastruktur terealisasi pada semester II, dia memperkirakan, maka pertumbuhan ekonomi di triwulan III dan IV bisa berada di rentang 5,0 hingga 5,2 persen.

Menurut dia, alokasi belanja modal untuk infrastruktur dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara-Perubahan (APBN-P) 2015 senilai Rp290,3 triliun, atau terbesar dalam lima tahun terakhir,, seharusnya dapat memberikan kontribusi signifikan bagi pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB).

Namun, ia menilai, lambannya realisasi belanja modal tersebut yang terjadi hingga penghujung semester akan memperkecil kontribusi belanja infrastruktur tersebut bagi pertumbuhan ekonomi.

Meskipun perkiraan pemerintah bahwa 90 persen dari belanja modal tersebut akan teralisasi tahun ini, Eric menyangsikan efeknya terhadap target pertumbuhan ekonomi pemerintah sesuai asumsi di APBN-P 2015 senilai 5,7 persen.

Eric memperkirakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2015 senilai 4,9 persen.

"Sayang timing-nya terlambat untuk mengoptimalkan belanja infrastruktur itu," katanya.

Mengenai pertumbuhan ekonomi di triwulan II, Eric menilai, belum ada pencapaian positif, selain sedikit pulihnya kinerja ekspor. Hal itu ditambah masih lesunya konsumsi masyarakat.

"Indikator penjualan kendaraan bermotor dan ritel masih melemah," ujarnya.

Di triwulan II, ia memperkirakan, ekonomi hanya akan tumbuh 4,8 persen atau naik sedikit dari realisasi pertumbuhan triwulan I senilai 4,71 persen.

Indikasi lesunya permintaan masyarakat, dinilainya, juga terlihat dari laju impor bahan baku dan barang modal yang terus turun.

Padahal, Indonesia memasuki tren konsumsi tinggi di bulan Ramadhan dan Lebaran 1436 Hijriah, di mana seharusnya dunia usaha melipatgandakan produksi untuk memenuhi kenaikan konsumsi masyarakat.

"Jadi, menimbulkan pertanyaan, ada apa dengan konsumsi? Karena, kita belum bisa mengganti impor barang modal dan bahan baku, tapi terus turun," katanya menambahkan.

Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2015