Kita harus bangkitkan pasar daerah karena hanya dari daerah kita bisa mandiri."
Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia telah menjadikan revitalisasi pasar sebagai program untuk meningkatkan peran pasar tradisional di sejumlah daerah.

Targetnya, menyelesaikan revitalisasi 1.000 pasar rakyat yang menelan anggaran Rp2,386 triliun pada tahun ini. Kegiatan ini berlanjut dalam lima tahun sehingga 5.000 pasar bisa direvitalisasi.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) ketika meluncurkan Program Revitalisasi 5.000 Pasar Rakyat 2015-2019 Juni lalu mengatakan, untuk tahun ini pemerintah mengalokasikan anggaran senilai Rp1,075 triliun untuk merevitalisasi 675 pasar.

Melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara-Perubahan (APBNP), menurut Presiden, pemerintah telah menambah alokasi anggaran senilai Rp1,311 triliun untuk merevitalisasi 325 pasar, sehingga untuk merevitalisasi 1.000 pasar yang menjadi target tahun ini butuh total anggaran senilai Rp2,386 triliun.

Saat ini jumlah pasar rakyat di Indonesia sebanyak 9.559 unit dengan jumlah kios 1.722.071 unit dan jumlah pedagang 2.639.633 orang. Pemerintah menargetkan akan merevitalisasi 5.000 pasar, dengan rincian 1.000 pasar tiap tahun hingga 2019.

Presiden Jokowi mengemukakan, tahun depan pemerintah akan melipatgandakan anggaran untuk merevitalisasi pasar tradisional agar mampu bersaing dengan pasar modern.

"Sekali lagi, membangun fisiknya saja tidak cukup, oleh karena itu manajemen pedagang juga harus didampingi entah pembukuan yang sederhana, pencatatan uang yang keluar masuk sehingga pasar bersih, teratur, tidak bau, pedagang juga diberi seragam, belikan celemek semuanya," katanya.

Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) AAGN Puspayoga mengatakan, pemerintah telah berkomitmen untuk memberdayakan koperasi dan UKM pada daerah tertinggal dan perbatasan tahun ini.

"Akselerasi pemberdayaan Koperasi dan UMKM dalam mendukung pembangunan kawasan perbatasan dan daerah tertinggal antara lain dengan merevitalisasi pasar tradisional di kawasan tertinggal, daerah perbatasan dan wilayah terluar NKRI," katanya.

Pihaknya juga memprogramkan revitalisasi pasar tradisional di daerah pascabencana.

Selain pasar tradisional, Puspayoga berencana meningkatkan kapasitas sumber daya manusia (SDM)  Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (KUMKM) bagi masyarakat di daerah terluar, tertinggal, serta kawasan perbatasan.

"Kami juga berupaya memfasilitasi pedagang skala mikro informal/pedagang kaki lima dan menata lokasi serta sarana usaha, pemasaran serta promosi di daerah terluar, tertinggal dan kawasan perbatasan," katanya.

Infrastruktur pasar

Pemerintah kini fokus pada pembangunan infrastruktur, namun sepertinya belum memasukan pasar, khususnya di daerah, sebagai infrastruktur penting dalam memfasilitasi kebutuhan masyarakat atas sarana dan prasarana perekonomian.

Pasar, khususnya pasar tradisional yang ada di setiap daerah, diyakini mampu memperkuat perekonomian rakyat yang menjadi penyangga perekonomian nasional.

Selama ini pasar tradisional kebanyakan terkesan kumuh, kotor, semrawut, dan bau. Namun sampai saat ini di kebanyakan tempat masih memiliki pengunjung atau pembeli. Meski banyak juga yang dalam perkembangannya menjadi sepi, ditinggalkan oleh pengunjung yang beralih ke pasar moderen.

Direktur Eksekutif CORE Indonesia Hendri Saparini mengatakan tidak ada yang salah dengan prioritas pemerintah dalam membangun infrastruktur itu, yang memang sangat dibutuhkan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan daya saing.

Namun, katanya, dampak dari pembangunan infrastruktur seperti itu tidak langsung bisa dinikmati masyarakat, perlu waktu.

Berbeda halnya dengan pasar, infrastruktur tersebut bisa langsung dinikmati masyarakat karena tempat itu langsung membuat transaksi juat beli berjalan dan perekonomian bergerak.

Kebijakan pengembangan

Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Irman Usman berpendapat perlunya pemerintah membuat kebijakan tentang pengembangan pasar tradisonal di daerah untuk memperkuat perekonomian rakyat.

Adanya pasar itu juga mendorong peningkatan potensi pelaku usaha kelas pasar tradisional di daerah.

Pasar tradisional merupakan pusat ekonomi rakyat yang menjadi penyangga perekonomian nasional, sehingga harus terus dijaga stabilitas dan posisinya untuk menjadikan pasar tradisional sebagai garda terdepan ekonomi rakyat di daerah masing-masing.

Bahkan, Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Oesman Sapta Odang menilai, Indonesia harus membangkitkan pasar-pasar daerah lebih dulu ketimbang fokus menuju Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang mulai berlaku pada awal 2016.

"Kita harus bangkitkan pasar daerah karena hanya dari daerah kita bisa mandiri. Pasar-pasar daerah harus dirangsang untuk dihidupkan demi untuk tidak membangun ketergantungan," katanya.

Menurut dia, Indonesia membutuhkan infrastruktur pasar di daerah sebagai tempat memasarkan produk dalam negeri.

"Mending isi kekurangan pasar kita. Yang harus kita perhitungkan pasar-pasar daerah, dengan masuknya barang impor itu membunuh UKM-UKM daerah," katanya.

Kebijakan pemerintah dan pemerintah daerah merevitalisasi pasar tradisional selama ini dinilai masih lebih menekankan pada perbaikan (renovasi) fisik bangunan pasar.

Hal itu masih sangat jarang yang disertai dengan pembangunan kelembagaan seperti mengembangkan organisasi pengelola dan pembina pasar tradisional, termasuk di dalamnya pengembangan sistem manajemen pasar beserta sumber daya manusia (SDM) yang terlibat serta pedagang pasar.

Sebuah laporan menyebutkan bahwa berdasarkan pengalaman empiris di banyak kabupaten dan kota, setelah dilakukan renovasi atau pembangunan kembali bangunan pasar selama kurun waktu tiga hingga lima tahun kemudian, bangunan pasar yang telah direnovasi atau dibangun kembali beserta pengelolaan pasarnya tampak kembali semrawut.

Kondisi pasar kembali kumuh dan kotor sama keadaannya seperti sebelum dilakukan renovasi atau pembangunan kembali pasar.

Terlebih lagi, setelah direnovasi atau pembangunan kembali bangunan pasar, kegiatan perawatan atau pemeliharaan sangat minimal dilakukan dengan alasan keterbatasan anggaran daerah.

Oleh Ahmad Buchori
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2015