Masyarakatnya juga dikenal sebagai pekerja keras dan pantang menyerah, terutama yang sekarang tinggal di perantauan, baik di Jawa, luar Jawa dan di luar negeri."
Surabaya (ANTARA News) - Pulau Madura sampai saat ini masih tercatat menjadi bagian dari Provinsi Jawa Timur, meski tidak berada dalam satu daratan dengan Pulau Jawa karena memiliki tanah sendiri, yang luasnya mencapai 54.887 kilometer persegi.

Dari data statistik, jumlah penduduk yang menghuni pulau tersebut pada 2005 mencapai 4,9 juta jiwa dan tinggal di empat kabupaten (Bangkalan, Sampang, Pamekasan dan Sumenep), 68 kecamatan serta lebih dari 958 desa.

Jumlah itu belum termasuk warga asli yang merantau ke luar daerah, mulai di sepanjang pantai utara Jawa hingga pulau-pulau di Indonesia, ditambah mereka yang ke luar negeri dengan total angkanya mencapai 17,5 juta jiwa.

Madura juga memiliki sumber daya alam tidak sedikit, di antaranya Pulau Pagerungan Besar yang masuk Blok Kangean Sumenep misalnya, dengan SDA yang dapat dieksploitasi mencapai 11,74 juta barel minyak dan 94 miliar kubik kondensat.

Selain itu, sumber minyak gas juga ada di Pulau Mandangin Sampang dan di Kecamatan Geger Pamekasan.

Berdasarkan data yang diperoleh dari anggota Ikatan Ahli Geologi Indonesia asal Madura, di dua daerah tersebut memiliki 104 blok migas dan baru 14 blok saja yang sudah dieksploitasi.

Tidak itu saja, di Madura juga dikenal sebagai pulau penghasil garam terbesar, serta tembakau yang diakui paling berkualitas di Tanah Air.

Beberapa hal tersebut di atas menjadi alasan mengapa Madura dinilai pantas menjadi provinsi, memiliki pemerintahan sendiri dan memisahkan diri dari Jawa Timur.

Berbagai pertimbangan itu yang juga melatarbelakangi pembentukan provinsi menjadi bahasan sekaligus topik utama pada Musyawarah Besar 2015 Masyarakat Madura se-Indonesia di Universitas Trunojoyo Madura akhir pekan lalu.

Tokoh Masyarakat Madura KH Ali Badri Zaini menilai, dipandang secara data dan administrasi pemerintahan, maka Madura layak menjadi provinsi, terutama tentang luas wilayah yang melebihi dua provinsi baru (Gorontalo dan Kepulauan Riau).

Sebagai perbandingan, Madura memiliki luas 54.887 kilometer persegi, 68 kecamatan dan 958 lebih desa. Kemudian, Gorontalo 12 ribu kilometer persegi dan 24 kecamatan. Sedangkan, Kepulauan Riau luasnya 8.084 kilometer persegi dan 41 kecamatan.

"Begitu juga dengan jumlah penduduknya. Pada 2005, Madura memiliki 4,9 juta jiwa, sedangkan pada 2003 Gorontalo punya sekitar 1,95 juta jiwa dan Kepulauan Riau 1,2 juta jiwa," katanya.

Sebagai tokoh Madura, mantan Ketua Ikatan Keluarga Madura (Ikamra) tersebut juga akan memperjuangkan pembentukan provinsi dengan memenuhi sejumlah persyaratan, khususnya terkait Undang-Undang 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.

Dalam Pasal 5 ayat (5) dijelaskan bahwa syarat pembentukan provinsi harus memiliki minimal 5 kabupaten/kota.

"Nantinya, kami mengusahakan ada Kabupaten Sumenep Kepulauan sehingga total memiliki lima kabupaten. Insya Allah dengan perjuangan tak kenal lelah, Provinsi Madura akan segera terwujud dan menjadi daerah yang diridhoi Allah SWT," ucapnya.

Kendati demikian Madura bukannya tanpa memiliki kendala yang harus dicarikan penyelesaiannya dan menjadi sebuah pekerjaan rumah.

Melihat fakta saat ini, kata dia, Madura masih jauh ketinggalan dalam pembangunan dan perlu upaya ekstra mengentas kemiskinan, pengadaan infrastruktur dan ketertinggalan sumber daya manusia (SDM).

Menurut Ali Badri, ada empat poin yang bisa dilakukan menyelesaikan PR di atas, pertama peningkatan SDM yang hingga kini masih tergolong rendah di Indonesia dengan cara meningkatkan peran pesantren dalam pendidikan masyarakat setempat dan perbaikan sarana dan prasarana modern.

"Pendidikan umum harus terus diperbaiki, sekolah kejuruan diperbanyak untuk mencetak alumni siap pakai dan memperbanyak perguruan tinggi sekaligus peningkatan mutu," katanya.

Kedua, lanjut dia, yakni perlu adanya integrasi kawasan di seluruh kabupaten untuk memperkuat insfrastruktur.

Ketiga, yakni optimalisasi SDA untuk meningkatkan perekonomian masyarakatnya, antara lain pengembangan optimal tembakau, garam, migas dan lainnya.

Keempat adalah perlunya percepatan masuknya industrialisasi di Madura, salah satunya memanfaatkan Jembatan Suramadu yang menjadi tonggak kemudahan transportasi dari Surabaya ke Madura dan sebaliknya.

Pekerja Keras
Sebagai bagian dari penguatan dan peningkatan kualitas Madura, diperlukan campur tangan dan sumbangsih pemikiran tokoh-tokoh asal Madura.

Masyarakatnya juga dikenal sebagai pekerja keras dan pantang menyerah, terutama yang sekarang tinggal di perantauan, baik di Jawa, luar Jawa dan di luar negeri.

"Etos kerja yang gigih dan semangat pantang menyerah membuktikan bahwa hampir di semua sektor bisnis dan lainnya, pasti ada orang Madura yang eksis," katanya.

Menurut Ali Badri, potensi warga setempat yang sangat besar tidak bisa tertampung di Madura karena pengembangannya seolah jalan di tempat menyebabkan adanya ekspansi ke luar.

"Sudah menjadi tradisi warga Madura, kalau pulang dari perantauan maka harus membawa kesuksesan. Malu rasanya jika pulang dari rantau tapi hidup biasa-biasa dan jauh dari kesuksesan," katanya.

Sekadar catatan, sejumlah tokoh asal dan keturunan "Pulau Garam" yang sukses menjadi tokoh nasional dengan segala jabatannya di Tanah Air antara lain mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD, Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti, dan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi.

Kemudian, Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK_ Achsanul Qosasi, Mantan KSAD Jenderal TNI (Purn) R. Hartono, mantan KSAL Laksamana TNI (Purn) Achmad Sutjipto, mantan Kapolri Jenderal Pol (Purn) Roesmanhadi, mantan KSAD Jenderal TNI (Purn) Wismoyo Aris Munandar, mantan KSAU Marsekal TNI (Purn) Hanafi Asnan, dan lainnya.

Ketua Ikatan Keluarga Madura (Ikama) Jatim Buchori Imron menambahkan, ada juga sejumlah pakar ekonom maupun bidang lainnya yang sampai sekarang menjadi salah seorang penyumbang pikiran untuk kemajuan bangsa, seperti Prof Dr Didik J Rachbini (ekonom) dan Prof Dr Rahimulloh (pakar kimia).

"Kalau ditotal, ratusan profesor di berbagai perguruan tinggi di Indonesia berasal dari Madura, doktor, dokter, pengusaha, dan ahli-ahli lainnya," ujar Wakil Ketua Komisi C DPRD Kota Surabaya tersebut.

Pandangan Tokoh
Sejumlah pandangan dari tokoh-tokoh nasional maupun lokal bermunculan, di antaranya Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti yang ditemui usai menghadiri Mubes ke-IV Masyarakat Madura.

Menurut dia, menyejahterakan masyarakat tidak harus membentuk sebuah provinsi, sebab harus dipertimbangkan dulu kekurangan maupun kelebihannya.

"Menyejahterakan masyarakat tidak harus membentuk sebuah provinsi atau kabupaten, tapi tergantung bagaimana program pemerintah yang berimbas positif pada warganya," katanya.

Jenderal bintang empat tersebut juga mengingatkan pembentukan provinsi nantinya hanya sekadar berbagi jabatan, tapi apa yang dimiliki sekarang harus diberdayakan dan dimaksimalkan.

Hal senada disampaikan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo yang meminta untuk tidak memikirkan ke arah pembentukan provinsi dulu, tapi tujuannya fokus ke penguatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

"Jangan berpikir ke arah sana (provinsi) dululah, tapi fokus mempercepat pembangunan di Madura," tuturnya saat ditemui pada kesempatan yang sama.

Sementara itu, Wakil Gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf menilai bahwa wacana pembentukan provinsi madura biarkan mengalir sebagaimana mestinya karena secara gagasan bagus dan tinggal mengukur untung rugi dalam jangka waktu ke depannya.

"Wacana seperti ini harus didiskusikan sebagai ide, siapa tahu ke depan memang diperlukan," kata Gus Ipul, sapaan akrabnya.

Eks Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal tersebut juga menegaskan bahwa penataan SDM menjadi yang terpenting, antara lain dengan cara memperbaiki pendidikan setempat, peningkatan insfrastruktur dan koordinasi antarkabupaten.

"Tentang urusan SDA seperti minyak dan gas bumi itu diatur oleh pemerintah pusat, namun seberapa jauh daerah mendapat bagian yang adil," kata eks Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor tersebut.

Sedangkan, Bupati Bangkalan RK Moh Makmun Ibnu Fuad berpendapat bukan sebuah perkara setuju atau tidak setuju wacana pembentukan Madura sebagai provinsi, tapi bagaimana memikirkan peningkatan kesejahteraan masyarakatnya.

"Apalagi dengan sudah adanya Jembatan Suramadu, seharusnya masyarakat Madura bisa lebih sejahtera. Tapi sampai sekarang belum tampak sehingga semua pihak, mulai dari yang terbawah hingga atas ikut memikirkan kemajuan Madura," kata Ra Momon, sapaan akrabnya.

Oleh Fiqih Arfani
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015