"Penghematan yang timbul akan memperkuat struktur bisnis perusahaan dan meningkatkan daya saing di kancah global"
Jakarta (ANTARA News) - PT Bank Negara Indonesia (BNI) Tbk membiayai sebagian kebutuhan dana untuk pembangunan pabrik baru amoniak-urea II milik PT Petrokimia Gresik, dengan nilai pinjaman sebesar Rp3,289 triliun.

"Kerja sama ini menunjukkan dukungan dan komitmen BNI terhadap program Pemerintah dalam meningkatkan ketahanan pangan nasional, melalui dukungan kepada industri pupuk yang akan dimanfaatkan oleh masyarakat," ujar Wakil Direktur Utama BNI Suprajarto  di Jakarta, Selasa, pada penandatanganan perjanjian kredit yang ditandatangani oleh  Direktur Bisnis Banking I BNI Herry Sidharta dan Dirut PT Petrokimia Gresik Hidayat Nyakman.

PT Petrokimia Gresik merupakan salah satu anak perusahaan PT Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC), yang memproduksi beragam pupuk antara lain urea, NPK, dan ZA, yang membutuhkan bahan baku amoniak cukup besar.

Dirut PT Petrokimia Gresik Hidayat Nyakman mengatakan pihaknya membutuhkan amoniak sebesar 850 ribu ton per tahun, sedangkan kapasitas produksi yang ada hanya 445 ribu ton per tahun. Oleh karena itulah pabrik amoniak-urea baru sangat diperlukan untuk menjamin pasokan bahan baku yang selama ini masih diimpor dari PT Pupuk Kalimantan Timur (Bontang).

"Dengan pabrik baru tersebut kami bisa melakukan penghematan biaya pengangkutan impor hingga Rp330 miliar per tahun," ujar Hidayat.

Selain itu, kemampuan produksi urea Petrokimia Gresik juga akan meningkat hingga satu juta ton per tahun untuk memasok kebutuhan pupuk urea bersubsidi di wilayah Jawa Timur yang kebutuhannya mencapai sekitar 1,3 juta ton per tahun.

"Penghematan yang timbul akan memperkuat struktur bisnis perusahaan dan meningkatkan daya saing di kancah global," kata Hidayat.

Selain dari BNI, PT Petrokimia Gresik sebelumnya juga menandatangani perjanjian kredit senilai Rp1,5 triliun dengan PT Bank Sumitomo Mitsui Indonesia (BSMI) pada Desember 2014. Kebutuhan modal untuk pembangunan pabrik baru yang ditargetkan selesai tahun 2017 tersebut mencapai 661 juta dolar AS atau sekitar Rp8,1 triliun dengan asumsi kurs Rp12.200 per dolar.

Pendanaan proyek tersebut diakui Hidayat berasal dari pinjaman sebesar 70 persen, dan 30 persen dari modal perusahaan. Sisa kebutuhan dana, kata dia, akan dilakukan pinjaman dari bank BUMN lainnya, seperti BRI



Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2015