Ankara (ANTARA News) - Presiden Turki Tayyip Erdogan, pada Selasa waktu setempat, menyatakan bahwa negaranya tidak mungkin melanjutkan proses perdamaian dengan kelompok gerilyawan Kurdi.

Dia juga mendesak parlemen untuk menghapus imunitas bagi para politisi yang terkait dengan gerilyawan Kurdi.

Beberapa jam setelah dia menyampaikan hal tersebut, sejumlat pesawat tempur F-16 milik pemerintah membombardir pangkalan Partai Pekerja Kurdi (PKK) di Provinsi Sirnak, yang berbatasan langsung dengan Irak.

"Tidak mungkin bagi kami untuk melanjutkan proses perdamaian dengan mereka yang mengancam kesatuan dan persaudaraan nasional," kata Erdogan dalam konferensi pers sebelum berangkat ke Tiongkok.

Menanggapi perkembangan terbaru ini, negera-negara Barat merespon dengan menyatakan bahwa Turki berhak untuk membela diri namun mendesak anggota NATO itu untuk tetap melanjutkan perundingan damai dengan PKK.

Namun situasi menjadi rumit karena, meski Amerika Serikat memasukkan PKK sebagai daftar organisasi teroris, negara tersebut sangat bergabntung dengan gerilyawan Kurdi dalam operasi penumpasan Daulah Islam (ISIS) di Suriah--yang juga berbatasan langsung dengan Turki.

Posisi Turki sendiri saat ini adalah memerangi baik gerilyawan Kurdi maupun ISIS. Padahal, kedua kelompok itu juga berperang satu sama lain di Suriah.

Pernyataan Erdogan yang terbaru merupakan perubahan sikap yang berolak belakang. Erdogan adalah tokoh yang sempat berupaya berdamai dengan Kurdi dengan memulihkan hak-hak mereka. Pada 2012, dia memulai perundingan untuk mengakhiri pemberontakan PKK yang telah menewaskan sekitar 40.000 orang sejak 1984.

Kedua pihak menyepakati gencatan senjata sejak Maret 2013.

Namun upaya itu gagal membuahkan hasil politik bagi Erdogan dalam pemilu terakhir Juni lalu. Partainya, AKP, gagal memperoleh suara dari populasi Kurdi yang mencapai 20 persen dari keseluruhan.

Alih-alih, partai pro-Kurdi, HDP, justru mendapat mandat besar dengan 13 persen suara dan untuk pertama kalinya sejak 2002, AKP gagal memperoleh kursi mayoritas parlemen Turki.

PKK sendiri menganggap bahwa perubahan sikap Erdogan sangat terkait dengan hasil pemilu Juni. Mereka menilai bahwa Erdogan tengah memotong dukungan untuk HDP dalam pemilu selanjutnya.

"Dia mencoba memperoleh apa yang gagal dia dapatkan dalam pemilu 7 Juni kemarin. Ini adalah tujuan sebenarnya dari kebijakan yang dia ambil sekarang," kata PKK dalam pernyataan tertulis.

Erdogan sendiri memang menuding tokoh-tokoh HDP punya hubungan dekat dengan PKK. Dia tidak mengusulkan pembubaran HDP namun mendesak parlemen untuk mencabut hak imunitas bagi politisi yang berhubungan dengan "kelompok teroris."

"Dosa kami hanyalah memenangi 13 persen suara," kata ketua HDP, Selahattin Dermitas, kepada para anggota parlemen dari partainya.

Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2015